Kiki Verico : Ekonomi Global 2020 dan Taktik Indonesia
Setelah berlangsung selama lebih-kurang 14 bulan sejak Juli 2018, perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina mulai menunjukkan tanda-tanda mereda. Perkembangan ini dimulai sejak September 2019 dan semakin jelas pada 15 Januari lalu ketika kedua negara menekan kesepakatan yang disebut Fase Pertama.
Fase ini meliputi kesepakatan Cina untuk membeli sekitar US$ 200 miliar produk barang dan jasa dari Amerika Serikat dalam dua tahun dan penangguhan tarif impor untuk US$ 162 miliar produk Cina. Ekonomi global sepertinya akan mulai membaik seiring dengan menurunnya tensi perang dagang antara dua kutub ekonomi dunia, Amerika dan Cina. Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, harus mampu mengambil manfaat positif dari hadiah tahun baru ini. Bagaimana taktiknya?
Dalam jangka pendek, Indonesia harus meningkatkan ekspor ke negara tujuan utama yang memiliki jaringan ekonomi kuat dengan Amerika dan Cina. Estimasi saya dengan model indeks komposit menunjukkan bahwa negara yang berpotensi di antaranya adalah Jepang, Korea Selatan, India, Australia, Pakistan, Cile, Uni Emirat Arab, anggota Uni Eropa (Belanda, Jerman, Spanyol, Italia, dan Belgia), serta anggota ASEAN (Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam).
Upaya meningkatkan ekspor ke negara tujuan utama ekspor bukan lagi soal akses pasar, melainkan penguatan daya saing dalam negeri. Untuk jangka menengah dan seterusnya, ekspor Indonesia harus semakin meningkat di pasar negara bukan tujuan utama ekspor, seperti Afrika, Amerika Selatan, pecahan Uni Soviet, dan kepulauan Pasifik. Untuk negara bukan tujuan utama, upaya peningkatan ekspor difokuskan pada penguasaan akses informasi Indonesia terhadap pasar domestik negara tujuan.
Upaya meningkatkan devisa negara sebenarnya tidak hanya melalui ekspor, tapi juga impor dan investasi fisik, baik masuk maupun keluar. Kemampuan memperoleh akses impor barang yang lebih murah tapi kualitas tetap akan mengurangi beban impor dan menghemat devisa. Dari sisi investasi fisik, tidak sedikit orang berpikir bahwa investasi yang masuk akan membawa devisa, sedangkan investasi keluar akan mengurangi devisa.
Data menunjukkan bahwa investasi fisik ke luar negeri pada awalnya memang mengurangi devisa, tapi dalam beberapa waktu investasi ini justru memberikan pendapatan investasi, menciptakan lapangan kerja bagi orang Indonesia di luar negeri, dan meningkatkan ekspor nasional. Tidak hanya membawa devisa, seluruh komponen ini juga membantu Indonesia untuk mengurangi defisit neraca transaksi berjalan dan mempertahankan nilai tukar rupiah.
Kombinasi penghitungan indeks revealed comparative advantage (RCA) dan constant market share analysis (CMSA) berdasarkan jenis produk mampu menjelaskan bahwa kondisi ideal hubungan bilateral ekonomi Indonesia dengan negara mitra. Indeks RCA menunjukkan proporsi sementara CMSA mengindikasikan pertumbuhan ekspor. Kombinasi ini mampu menjelaskan empat kondisi industri di semua negara. Kondisi great ketika RCA lebih besar dari satu dan CMSA positif, sunrise saat RCA lebih kecil dari satu dan CMSA positif, sunset jika RCA lebih besar dari satu dan CMSA negatif, dan suffer ketika RCA lebih kecil dari satu dan CMSA negatif.
Apabila kondisi industri Indonesia sama dengan kondisi industri negara mitra, kerja sama idealnya adalah perdagangan: ekspor atau impor. Namun, bila kondisi industri Indonesia berbeda dengan negara mitra, kerja sama bilateral yang ideal adalah investasi. Apabila industri Indonesia lebih baik dari industri negara mitra, Indonesia dapat melakukan investasi di negara tersebut dan sebaliknya.
Pada akhirnya, upaya peningkatan devisa negara dari sektor riil tidak hanya terkait dengan taktik perdagangan internasional tapi juga strategi meningkatkan produktivitas domestik yang dipengaruhi oleh investasi fisik dari dan ke luar negeri.
Ketika penghitungan indeks komposit digabungkan dengan kombinasi indeks RCA dan CMSA, kita bisa melihat bahwa taktik Indonesia untuk investasi fisik tidak hanya menerima tapi juga menanamkan investasi fisik ke luar negeri. Perdagangan dan investasi adalah dua variabel makro yang sangat penting karena, selain sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi, kedua variabel ini saling menguatkan. Indonesia membutuhkan taktik untuk meningkatkan ekspor melalui investasi fisik, masuk dan keluar, sertaketersediaan bahan baku industri lokal dan impor.
Semakin baik kondisi ekonomi global, maka semakin baik perdagangan dan investasi Indonesia sepanjang taktik yang diterapkan tepat. Taktik untuk setiap negara mitra harus tepat karena kondisi negara berbeda-beda, tergantung perbandingan indeks makro ekonomi dan daya saing perdagangan negara tersebut dengan Indonesia.
Kiki Verico
Wakil Kepala LPEM FEB UI dan Dosen FEB UI
Sumber: Tempo 27 Januari 2020