Ferdinandus S Nggao: Keringanan Iuran Program Jamsostek Hadapi Dampak Covid-19
PEMERINTAH telah merancang berbagai kebijakan meringankan beban dunia usaha menghadapi dampak ekonomi pandemi Covid-19. Salah satu rencana pemerintah, memberi keringanan pembayaran iuran program jaminan sosial yang dikelola BP Jamsostek.
Rencana itu tentu saja menjadi kabar gembira bagi dunia usaha karena beban terbesar iuran program jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) ditanggung perusahaan. Iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) sepenuhnya ditanggung perusahaan sebagai pemberi kerja.
Sementara itu, iuran program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) ditanggung bersama pemberi kerja dan perusahaan. Namun, porsi yang ditanggung perusahaan lebih besar daripada pekerja. Dengan demikian, keringanan itu tidak hanya mengurangi beban perusahaan, tetapi juga pekerja.
Keringanan itu menyangkut nasib sekitar 55,2 juta pekerja dan 681,4 ribu perusahaan terdaftar di BP Jamsostek (data akhir 2019). Di samping itu, keringanan itu juga akan dinikmati peserta bukan penerima upah atau peserta mandiri. Tidak dimungkiri, peserta mandiri juga mengalami krisis keuangan akibat pandemi Covid-19 ini.
Sejauh ini, ada dua pilihan keringanan, yaitu pembebasan atau penundaan sementara pembayaran iuran. Tiap pilihan tentu memiliki dampak positif dan negatif. Pertanyaannya, skema keringanan seperti apa yang sebaiknya digunakan?
Aspek pertimbangan
Untuk menentukan skema keringanan yang diberikan, ada beberapa aspek yang baiknya menjadi pertimbangan. Dari aspek regulasi, belum ada ketentuan secara spesifi k mengatur keringanan iuran dalam kondisi krisis seperti ini. Walaupun demikian, ada ketentuan tertentu yang bisa menjadi acuannya.
Dalam UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Pasal 17 ayat 3 menyatakan besarnya iuran ditetapkan secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak. Pasal itu sebetulnya memberi ruang untuk memberikan keringanan pembayaran iuran menghadapi krisis ekonomi dampak Covid-19 ini.
Di samping itu, penetapan iuran program jamsostek merupakan kewenangan pemerintah. Sebagai konsekuensinya, jika keringanan itu menyebabkan krisis keuangan BP Jamsostek, pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan keuangan mereka, sebagaimana disampaikan dalam Pasal 48 UU SJSN.
Dalam perspektif jaminan sosial, pemerintah merupakan penjaminnya karena secara filosofis program jaminan sosial merupakan wujud tanggung jawab negara bagi warga sebagaimana diamanatkan UUD 1945 (Pasal 28 H ayat 3 dan Pasal 34 ayat 2).
Dari aspek penyelenggaraan pemberian keringanan, ada beberapa hal yang menjadi patokannya. Pertama, menjaga keseimbangan kepentingan dunia usaha dan peserta program. Krisis ekonomi dampak covid-19 harus dihadapi bersama secara gotong royong.
Di satu sisi, keringanan diberikan untuk menjaga keberlanjutan dunia usaha agar tidak terjadi resesi ekonomi. Keringanan juga diberikan untuk menghindari terjadinya PHK yang justru menghilangkan kepesertaan pekerja dalam program.
Di sisi lain, keringanan yang diberikan tetap dalam koridor fondasi dasar jaminan sosial, yaitu pencapaian kesejahteraan hidup peserta. Pemberian keringanan sedapat mungkin tidak menurunkan manfaat program bagi peserta.
Perlu dipahami juga bahwa keringanan pembayaran iuran bukan satu-satunya stimulus yang diberikan kepada dunia usaha. Keringanan ini hanya salah satunya. Karena itu, keberlanjutan usaha tidak bisa hanya dibebankan pada keringanan pembayaran iuran ini.
Kedua, keringanan pembayaran iuran tidak berarti menghentikan kepesertaan. Selama periode keringanan, baik pembebasan maupun penundaan pembayaran, status kepesertaaan tetap berlaku. Peserta tetap mendapatkan haknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ketiga, keringanan itu juga mempertimbangkan kondisi keuangan BP Jamsostek. Sejauh ini, keuangan BP Jamsostek masih baik sehingga memungkinkan keringanan diberikan. Namun, jangka waktu dan skema
keringanan perlu disesuaikan untuk menjaga keberlanjutan keuangan BP Jamsostek dan keberlanjutan program.
Makin lama keringanan diberikan tentu akan makin memberatkan keuangan BP Jamsostek. Makin berat skema yang diberikan akan makin membebani BP Jamsostek. Kecuali kalau pemerintah sendiri sudah siap dengan risikonya.
Skema keringanan
Berdasarkan pertimbangan di atas, pilihan yang ideal ialah meringankan perusahaan sambil melindungi kepentingan peserta dan mempertimbangkan kondisi keuangan BP Jamsostek. Untuk itu, tidak semua program diberlakukan sama, tetapi bergantung pada formula manfaatnya.
Skema yang paling memungkinkan ialah, pertama, iuran program JKK dan JKM dibebaskan sementara karena besaran manfaat kedua program ini
sudah ditentukan jumlahnya sebagaimana diatur dalam PP No 45/2015 yang telah diubah melalui PP No 82/2019. Besaran manfaat yang diterima peserta tidak bergantung pada akumulasi iuran. Artinya, pembebasan iuran tidak mengurangi manfaat sepanjang masih terdaftar sebagai peserta.
Kedua, iuran JP bisa dengan dua pilihan, ditunda atau dibebaskan sementara. Kalau pilihannya dibebaskan sementara, sebaiknya masa iurnya tetap dihitung. Mengacu ke PP No 46/2015 sebagaimana telah diubah melalui PP No 60/2015, masa iur memengaruhi manfaat pensiun. Dalam ketentuannya, peserta menerima manfaat pensiun normal (diterima setiap bulan) jika masa iur minimal 15 tahun.
Jika peserta pensiun dengan masa iur kurang dari 15 tahun, uang pensiun diterima sekaligus sebanyak akumulasi iuran ditambah pengembangannya. Untuk peserta seperti ini, jika iuran dibebaskan, akumulasi iuran dan pengembangannya akan berkurang.
Ketiga, iuran JHT tetap atau ditunda sementara karena besaran manfaat program JHT bergantung pada jumlah akumulasi iuran dan pengembangannya sebagaimana diatur dalam PP No 46/2015 yang telah diubah melalui PP No 60/2015.
Artinya, jika ada masa yang di dalamnya peserta tidak membayar iuran (dibebaskan), akumulasi iuran dan pengembangannya berkurang. Apalagi, manfaat JHT itu merupakan sandaran bagi pekerja ketika terkena pemutusan hubungan kerja. Manfaat JHT bisa dicairkan 100% saat terjadi PHK.
Diakui, persentase iuran JHT paling tinggi (5,7%) dari program lainnya sehingga kalau dibebaskan, akan besar pengaruhnya. Namun, pilihan tetap atau ditunda sementara bisa dilakukan mengingat masih ada program keringanan lain yang dinikmati perusahaan dan peserta.