TERC Tax Update: PPN Atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE)

0

TERC  Tax Update: PPN Atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE)

­­­

Hana Fajria – Humas FEB UI

 DepokTax Education and Research Center – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (TERC-LPEM FEB UI) berkolaborasi dengan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan mengadakan webinar, bertajuk ”Tax Update PPN Atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE)” yang berlangsung pada Kamis (16/7/2020).

Narasumber pada webinar ini adalah Bonarsius Sipayung, S.E., Ak., M.Ak., Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP, Kemenkeu RI. Keynote speech oleh Drs. Hestu Yoga Saksama, Ak., M.B.T, Direktur P2Humas DJP Kemenkeu RI dan moderator oleh Christine Tjen, S.E., Ak., M.Int.Tax, CA., Koordinator TERC-LPEM FEB UI.

Dr. Beta Yulianita Gitaharie, Pj. Dekan FEB UI dalam sambutannya mengatakan bahwa acara ini bertujuan untuk mengupas lebih lanjut peraturan perpajakan yang baru, yaitu Peraturan Menteri Keuangan yang baru No. 48 2020 dan Dirjen No. 12 Tahun 2020 tentang tata cara pemungutan, penyetoran serta pelaporan pajak pertambahan nilai, serta perdagangan nilai, melalui sistem elektronik.  Ia juga  mengapresiasi acara tax update ini sebagai bagian dari sosialisasi kebijakan pajak kepada publik dan juga untuk sivitas akademika.

Drs. Hestu Yoga Saksama, Ak., M.B.T dalam keynote speech mengatakan topik acara ini dilatar belakangi pelaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (13) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020, tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019 (Covid-19), dan dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan, menjadi undang-undang. UU ini bertujuan memberikan kepastian hukum untuk melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean, di dalam Daerah Pabean, melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), serta optimalisasi penerimaan pajak.

Melihat potensi penerimaan pajak dari perdagangan melalui sistem elektronik seiring berjalannya waktu akan menjadi semakin besar. Menurutnya, bila perusahaan digital luar negeri tidak dikenai pajak maka akan sangat tidak adil bagi para pengusaha yang berada dalam negeri yang memang sudah memiliki kewajiban pemajakan. Pada sisi lain, untuk pajak penghasilan dalam perdagangan melalui sistem elektronik, pemerintah belum memiliki keyakinan untuk melakukan penarikan pajak korporasi perusahaan digital luar negeri. Untuk itu pengenaan pajak atas penghasilan dari kegiatan digital ekonomi dapat menimbulkan pajak berganda.

Bonarsius Sipayung, S.E., Ak., M.Ak., memaparkan mengenai tata cara penunjukan pemungut, pemungutan dan penyetoran serta pelaporan pajak pertambahan nilai atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean didalam daerah pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

“Pemanfaatan (impor) produk digital dalam bentuk barang tidak berwujud maupun jasa oleh konsumen di dalam negeri dikenai pajak pertambahan nilai sebesar 10-%. Pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas produk digital yang berasal dari luar negeri tersebut akan dilakukan oleh pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yaitu pedagang/penyedia jasa luar negeri, penyelenggara PMSE luar negeri, atau penyelenggara PMSE dalam negeri yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak, dan mulai berlaku di bulan Agustus 2020,” tutur Bonarsius.

Pengenaan PPN atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi semua pelaku usaha, khususnya antara pelaku di dalam negeri maupun di luar negeri, serta antara usaha konvensional dan usaha digital.

Dengan berlakunya ketentuan ini maka produk digital seperti langganan streaming music, streaming film, aplikasi dan games digital, serta jasa online dari luar negeri akan diperlakukan sama seperti berbagai produk konvensional yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari yang telah dikenai PPN, serta produk digital sejenis yang diproduksi oleh pelaku usaha dalam negeri.

Pelaku usaha PMSE yang memenuhi kriteria nilai transaksi atau jumlah traffic tertentu dalam waktu 12 bulan ditunjuk oleh Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebagai pemungut PPN. Pelaku usaha yang telah memenuhi kriteria tetapi belum ditunjuk sebagai pemungut PPN dapat menyampaikan pemberitahuan secara online kepada Direktur Jenderal Pajak.

Sama seperti pemungut PPN dalam negeri, pelaku usaha yang ditunjuk juga wajib menyetorkan dan melaporkan PPN. Penyetoran PPN yang telah dipungut dari konsumen wajib dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya, sedangkan pelaporan dilakukan secara triwulanan paling lama akhir bulan berikutnya setelah periode triwulan berakhir.

Selain untuk menciptakan kesetaraan antar pelaku usaha, penerapan PPN produk digital dari luar negeri ini juga diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara yang saat ini sangat penting sebagai sumber pendanaan untuk menanggulangi dampak ekonomi dari wabah Covid-19. Video selengkapny dapat diakses melalui link berikut : https://www.youtube.com/watch?v=sA30Ynkwnhs 

(hjtp).