Ari Kuncoro, Hot Economy Berita Satu TV: Waspada Ledakan Pengangguran
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
DEPOK – (6/11/2020) Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, menyebut pemerintah akan menggunakan berbagai instrumen untuk menekan angka pengangguran, apalagi pada Agustus 2020 jumlah pengangguran mengalami kenaikan dibandingkan Agustus 2019. Lalu bagaimana pemerintah mewaspadai lonjakan pengangguran akibat pandemi Covid-19? Meningkatnya angka pengangguran apakah mutlak akibat pandemi atau digitalisasi?
Rektor Universitas Indonesia, Profesor Ari Kuncoro menjelaskan, “Yang sedang terjadi sekarang, kelas menengah khawatir akan terpapar Covid-19. Akibatnya, mereka menahan transaksi pembelian produk rumah tangga, barang tahan lama, dan berhenti melakukan perjalanan jarak jauh. Agar perekonomian bisa bangkit lagi, perlu adanya jaminan rasa aman bagi kelas menengah untuk melakukan transaksi seperti semula.” Ari menyampaikan dalam acara Hot Economy Berita Satu TV “Waspada Ledakan Pengangguran,” pada Jumat (6/11/2020).
Untuk mengurangi jumlah masyarakat terpapar Covid-19, pemerintah harus menggelontorkan instrumen fiskal yang memberikan insentif. Usaha-usaha pencegahan pandemi yang dilakukan pemerintah dengan mengerahkan aparat, seperti patroli atau sosialisasi ke jalan-jalan atau lingkungan masyarakat adalah untuk mengawasi tingkah laku mereka sebagai makhluk sosial.
Apabila vaksin sudah ada, maka harganya harus bisa dikontrol, karena eksternalitas sangat besar dan bisa menimbulkan efek positif, baik pada masyarakat dan industri. Intinya kita menanamkan bahwa vaksin Covid-19 ini sesuatu yang harus dilakukan demi keamanan sendiri dengan harga yang terjangkau, atau dibantu dengan subsidi.
Menurut Ari, angkatan kerja di Indonesia terutama lulusan SMK, harusnya mempunyai keahlian untuk mengembangkan industri. Tapi yang selama ini terjadi malah mereka ada dipersimpangan jalan atau bekerja bukan di bidang keahliannya, seperti bekerja di toko atau swalayan. Kebanyakan industri baru sedikit mempekerjakan SMK.
SMK mempunyai linkage atau rantai pasokan yang bisa bekerjasama dengan UMKM untuk memproduksi mur, baut, sparepart yang bukan presisi. Tapi, permasalahannya UMKM harus memiliki izin yang berbelit-belit dan rumit, akibatnya tidak terbentuk. Ini merupakan suatu fenomena di Indonesia, bahwa berindustri lebih mahal daripada berdagang. Hal ini, menyebabkan terjadinya impor dari negara lain padahal kita punya SMK. Ini harus dibenahi, bahwa demand nya harus diciptakan untuk linkage atau rantai pasokan, sehingga kita tak perlu mengimpor dari luar negeri, cukup memaksimalkan SDM dari dalam negeri.
“Adanya UU Cipta Kerja, memberikan semacam ekspektasi bahwa tahun 2021 investasi yang bisa membuka lapangan pekerjaan baru dan menyerap angkatan kerja begitu banyak dapat terjadi, sehingga, angka pengangguran bisa dikurangi. Apalagi, bila vaksin Covid-19 sudah ditemukan, maka untuk negara-negara lain yang ingin berinvestasi di Indonesia, perizinan menjadi lancar. Ini menjadikan kita balance antara padat modal dan padat karya,” demikian Ari menutup sesinya. (hjtp)