Ari Kuncoro: Jalur Menuju Pemulihan
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
DEPOK ā (10/11/2020) Profesor Ari Kuncoro, Rektor Universitas Indonesia, merilis tulisannya yang dimuat Harian Kompas, rubrik Analisis Ekonomi, berjudul āJalur Menuju Pemulihanā. Berikut tulisannya.
āJalur Menuju Pemulihanā
Dilihat dari posisi awal, ada dua alternatif mengukur pertumbuhan triwulanan. Pertama, membandingkan dengan tahun lalu dan yang kedua, versus membandingkan dengan triwulan lalu.
Dunia sebelum pandemi Covid-19 (tahun 2019) dan pada saat pandemi (tahun 2020) adalah sangat berbeda. Pengukuran dengan metode secara tahunan menunjukkan seberapa jauh Indonesia keluar dari jalur pertumbuhan yang alamiah sebelum pandemi. Adapun metode secara triwulanan melihat apakah ada perbaikan terus-menerus menuju jalur pertumbuhan alamiah.
Trayektori pertumbuhan
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi tahunan Indonesia triwulan III-2020 minus 3,49 persen, lebih baik daripada triwulan II-2020 yang minus 5,32 persen. Kontraksi ini lebih dalam dibandingkan dengan batas bawah prediksi Bank Dunia (minus 2 persen) dan Pemerintah RI (minus 2,9 persen). Angka ini tak terlalu mengejutkan. Beberapa indikator sudah menunjukkan pelemahan sebagai konsekuensi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat di DKI Jakarta.
Dampak terhadap sektor riil ialah penurunan Purchasing Manager Index (PMI) pada September ke 47,2 dan hanya naik Ā tipis ke 47,8 pada Oktober. Padahal, pada Agustus, angkanya sudah mencapai 50,8 yang berarti telah ada ekspansi.
Hal ini konsisten dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dikeluarkan Bank Indonesia. IKK pada September turun ke 83,5 dari 86,9 pada Agustus. Penurunan terjadi di semua kelompok pengeluaran. Keyakinan konsumen untuk membeli barang tahan lama turun, terutama kelompok pendapatan di atas Rp 5 juta.
Hal itu tecermin dari pertumbuhan konsumsi tahunan pada triwulan III-2020, yang sebenarnya diharapkan lebih baik. Akhirnya, konsumsi tumbuh minus 4,04 atau sedikit lebih baik daripada triwulan II-2020 yang minus 5,52 persen.
Seperti biasa, indikator di sektor keuangan bergerak mendahului indikator sektor riil jika ada perubahan ekspektasi (Dornbusch, 1996). Harga saham naik ketika Pemprov DKI Jakarta menyatakan kembali ke PSBB transisi pada 12 Oktober. IHSG pada perdagangan awal pekan, Senin (12/10/20), dibuka di zona hijau, naik 0,48 persen ke 5.078,12.
Investor asing membukukan pembelian bersih Rp11 miliar di pasar reguler dengan nilai transaksi harian Rp1 triliun. Yang terjadi kemudian, rupiah cenderung menguat. Kombinasi surplus neraca perdagangan, UU Cipta Kerja, dan penanganan pandemi Covid-19 yang lebih baik meningkatkan arus modal portepel ke Indonesia.
Laporan Satgas Penanganan Covid-19, akhir Oktober, kasus sembuh kumulatif 81,6 persen, lebih tinggi daripada rata-rata dunia yang 73,12 persen. Adapun kasus aktif 14,9 persen, lebih rendah daripada rerata dunia yang 24,23 persen. Namun, kematian 3,4 persen versus 2,63 persen rerata dunia.
Penanganan pandemi tampaknya menjadi dashboard bagi pergerakan modal portepel Internasional. Indonesia menjadi altenatif menarik, terutama dengan prospek karantina wilayah kedua di Eropa akibat gelombang kedua pandemi Covid-19.
Indikator ketenagakerjaan
Keberhasilan dalam pengendalian Covid-19 dipuji dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun, pemerintah pusat dan daerah harus tetap mewaspadai kemungkinan kasus positif meningkat lagi, terutama setelah libur panjang pekan lalu.
Penyebabnya, pergerakan variabel-variabel di sektor riil ditentukan persepsi kesehatan, terutama kelas menengah atas. Daya beli kelas menengah atas tersimpan di perbankan. Pada Agustus, dana pihak ketiga (DPK) untuk simpanan di atas Rp2 miliar (56 persen dari total DPK) tumbuh 14,1 persen.
Kelas menengah atas akan meningkatkan belanja seiring perbaikan indikator kesehatan. Hal ini akan meningkatkan daya ungkit stimulus pemerintah sehingga perekonomian bergerak lebih cepat untuk menciptakan kesempatan kerja.
Sementara itu, indikator tenaga kerja lebih memengaruhi perilaku belanja masyarakat kelas menengah bawah. BPS mengumumkan, per Agustus 2020 lalu, ada 29,12 juta penduduk usia kerja atau 14,29 persen terdampak pandemi Covid-19. Jumlah ini cukup besar untuk mengubah perilaku konsumsi. Dampaknya, kekhawatiran pemutusan hubungan kerja meningkat sehingga masyarakat akan menyimpan setiap rupiah yang diterima. Perilaku ini memperlambat perputaran roda perekonomian.
Seperti pada umumnya masyarakat yang menghindari risiko, mereka tak dapat disalahkan karena ketidakpastian yang meningkat akan menambah kehatian-hatian. Hal ini terlihat dari DPK rekening di bawah Rp100 juta (14 persen dari total DPK) meningkat dari 4 persen pada Juli menjadi 6,3 persen pada Agustus.
Memanfaatkan momentum
Data pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan itu hanya menangkap situasi hingga Agustus 2020 sebelum ada perbaikan indikator kesehatan penanganan Covid-19. Kendati ada kekhawatiran peningkatan kasus baru secara signifikan, momentum pemulihan ekonomi terlihat dari antusiasme warga untuk melakukan perjalanan pada libur panjang pekan lalu.
Data pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) secara triwulanan menunjukkan jarak untuk kembali ke trayektori pertumbuhan positif. PDB triwulan III-2020 tumbuh 5,05 persen terhadap triwulan II-2020, yang berarti ada perbaikan. Namun, kumulatif pertumbuhan triwulanan yang sudah berjalan masih menghasilkan minus 2,03 persen. Angka ini menggambarkan seberapa keras upaya untuk kembali ke zona pertumbuhan positif.
Tanpa mengurangi kewaspadaan, titik balik penanganan pandemi ke arah yang lebih bagus sejak akhir Oktober dapat menjadi modal untuk membuat persepsi kesehatan semakin baik pada triwulan IV-2020. Selanjutnya, hal itu menjadi ancang-ancang pemulihan pada 2021. (hjtp)
Sumber: Harian Kompas. Edisi: Selasa, 10 November 2020. Rubrik Analisis Ekonomi. Halaman 15.