Menristek, Bambang Brodjonegoro: Pandemi Picu Banyak Inovasi
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
DEPOK – (14/11/2020) Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Prof. Bambang PS Brodjonegoro, Ph.D., dalam wawancara khusus yang dimuat Harian Kompas, yang berjudul āMenristek: Pandemi Picu Banyak Inovasiā. Berikut artikelnya.
āMenristek: Pandemi Picu Banyak Inovasiā
Pandemi Covid-19 kian menyadarkan Indonesia untuk tidak terus bergantung pada negara lain. Ketika seluruh dunia memiliki kepentingan sama, misalnya ventilator dan alat pelindung diri, membuat Indonesia pada awal pandemi sempat kerepotan untuk memenuhi kebutuhan itu.
Kemandirian bangsa akan akses kebutuhan dasar masyarakat tak bisa lagi ditawar. Percepatan inovasi lewat kolaborasi lintas sektor mutlak diperlukan untuk mewujudkannya.
“Banyak inovasi justru muncul karena pandemi Covid-19. Semua orang ingin memberikan solusi melalui inovasi untuk menyelesaikan persoalan bangsa. Pandemi juga menunjukkan bahwa ilmuwan dan peneliti Indonesia sanggup memenuhi target inovasi dalam waktu singkat. Hubungan antara peneliti dan industri pun semakin baik,” kata Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang PS Brodjonegoro.
Berikut petikan wawancara dengan Bambang PS Brodjonegoro secaraĀ virtual,Ā Kamis (12/11/2020).
Apakah fokus inovasi saat ini hanya terkait Covid-19?
Tentunya tidak. Setidaknya ada dua fokus inovasi yang berjalan, yakni inovasi berdasarkan prioritas riset Nasional (PRN) dan inovasi yang sifatnya situasional, seperti terkait Covid-19. Contoh dari PRN adalah katalis merah putih yang dapat mengubah minyak inti sawit menjadi bahan bakar nabati. Sementara yang terkait Covid-19, seperti ventilator, imunomodulator, dan juga vaksin Covid-19.
Terkait vaksin Merah Putih untuk Covid-19, bagaimana pengembangannya?
Vaksin Merah Putih ini dapat didefinisikan sebagai vaksin yang diteliti dan dikembangkan di Indonesia dengan menggunakan isolasi virus yang bertransmisi di Indonesia dan juga dilakukan oleh orang Indonesia. Produksinya juga akan dilakukan oleh pabrik di Indonesia.
Sekarang sudah ada enam pengembang vaksin di Indonesia. Dari enam ini, tiga yang paling cepat, yakni Lembaga (Biologi Molekuler) Eijkman, Universitas Indonesia, dan Universitas Airlangga.
Ketiganya diperkirakan pada triwulan I-2021 sudah mulai bisa dilakukan pengalihan dari bibit vaksin ke pabrik atau produsen. Kemudian pada triwulan IV-2021 sudah bisa dilakukan vaksinasi.
Saat ini, produsen yang ditunjuk adalah PT Bio Farma yang akan didukung lima perusahaan swasta. Perusahaan itu, antara lain, Kalbe Farma, Sanbe Farma, Daewoong Infion, Biotis, dan Tempo Scan. Keterlibatan swasta ini diperkirakan guna mendukung pemenuhan jumlah vaksin untuk mencapaiĀ herd immunityĀ yang diperkirakan butuh 360 juta dosis untuk 180 juta orang.
Vaksin Merah Putih ini juga akan digunakan untuk untuk mempersiapkan kebutuhan vaksinasi ulang ataupunĀ booster.
Bagaimana menjamin keamanan hasil produk inovasi?
Seluruh inovasi yang dilakukan tentu berdasarkan kajian dan standar keamanan yang berlaku. Semua prosedur penelitian dilakukan. Misalnya, dalam pengembangan ventilator tetap diajukan ke BPFK (Badan Pengamanan Fasilitas Kesehatan). Imunomodulator atau suplemen yang spesifik untuk Covid-19 juga tetap diuji oleh Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan). Seluruh prosedur yang dibutuhkan tidak ada yang dipangkas, tetapi dipercepat. Jadi, meskipun prosesnya lebih cepat, tidak akan mengorbankan keamanan dan efikasinya.
Bagaimana peta jalan pengembangan inovasi ke depan?
Kita mengikuti rencana induk Nasional sampai 2045. Kemudian, kita terjemahkan dalam jangka waktu lima tahun. Dalam lima tahun ini ada sembilan bidang utama yang menjadi fokus dalam pengembangan riset, seperti di bidang pangan, energi, dan kesehatan. Dari sembilan bidang itu, ada 49 produk yang akan dihasilkan.
Bagaimana memastikan keberlanjutan pembiayaan untuk inovasi dan riset di Indonesia?
Pertama, dengan menambah anggaran pemerintah. Namun, dalam kondisi sekarang, tentu kita tidak bisa meminta tambahan anggaran kecuali yang terkait vaksin. Kedua, dengan mengefektifkan dana abadi.
Ketiga, dengan melibatkan peran swasta dalam bidangĀ research and developmentĀ (RnD). Untuk mendorong ini, pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153 Tahun 2020 tentangĀ super tax deduction sampai dengan 300 persen. Harapannya ini dapat memicu perusahaan untuk lebih meningkatkan investasi di bidang RnD. (hjtp)
Sumber:Ā Harian Kompas.Ā Edisi: Sabtu, 14 November 2020. Kolom Wawancara Khusus. Halaman 1 bersambung ke Halaman 15.