FEB UI dan Kementerian PPN/Bappenas Gelar University Lecture #1: Pentingnya Peran Wirausaha Muda dalam Mendorong Pemulihan Ekonomi

0

FEB UI dan Kementerian PPN/Bappenas Gelar University Lecture #1: Pentingnya Peran Wirausaha Muda dalam Mendorong Pemulihan Ekonomi

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK (16/12/2020) Direktur Pengembangan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi di Kementerian PPN/Bappenas, Ahmad Dading Gunadi menjadi narasumber dalam University Lecture #1 Road to Indonesia Development Forum (IDF) 2021, dengan paparan bertemakan “Pentingnya Peran Wirausaha Muda Indonesia dalam Mendorong Pemulihan Ekonomi” dengan moderator T.M. Zakir Sjakur Machmud, Ph.D., Kepala UKM Center FEB UI, pada Rabu (16/12/2020). Webinar ini merupakan kolaborasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dengan Kementerian PPN/Bappenas.

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI, Vid Adrison, Ph.D., membuka jalannya webinar, mengatakan, “Konsumsi masyarakat turun lebih dari 5 persen di tengah pandemi Covid-19 turut menurunkan omzet pelaku usaha UMKM. Sektor industri pengolahan, termasuk skala kecil dan menengah (IKM) pun mengalami kontraksi yang sangat signifikan di triwulan II tahun 2020 sebesar -6,2 persen. Upaya-upaya penanggulangan pandemi di sektor UMKM telah dilakukan oleh pemerintah. Tentu, perlu juga peran pelaku wirausaha termasuk kaum muda yang memulai usaha rintisan atau start-up yang bisa berperan besar dalam mendorong pemulihan ekonomi.

Tujuan webinar ini untuk mengulas pentingnya peran wirausaha, termasuk kaum muda yang bisa saja adalah mahasiswa. Pada umumnya, mahasiswa dapat melihat sisi lain dari bentuk industri dan membuka lebih banyak wawasan tentang pentingnya peran baru milenial dalam wirausaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa. “Diharapkan webinar ini dapat menjadi media diskusi kritis mengenai pemetaan terkini dan upaya-upaya pemulihan sektor UMKM dan IKM di tengah pandemi dari kacamata perguruan tinggi. Kami berharap kerjasama dan kolaborasi  yang sudah berjalan baik  antara FEB UI dan Bappenas dapat berjalan lebih maju lagi untuk mencapai pembangunan Indonesia yang lebih baik,” jelas Vid di akhir sambutannya.

Dalam pemaparannya, Ahmad Dading Gunadi, menyampaikan bahwa dampak Covid-19 sangat dirasakan oleh UMKM. UMKM mengalami 98% permasalahan non-keuangan, berupa berkurangnya pesanan/permintaan, kesulitan mendistribusikan produk usaha, harga bahan baku meningkat, dan kesulitan memperoleh bahan baku. Proporsi permasalahan keuangan terbesar lainnya berada pada sisi usaha mikro (pembayaran tagihan listrik dan sewa tempat usaha), usaha kecil (pembayaran gaji pekerja dan cicilan kredit), usaha menengah (pembayaran gaji pekerja dan sewa tempat usaha). Selain itu, 67% UMKM tidak memiliki cadangan usaha untuk bertahan dengan kondisi saat ini lebih dari 3 bulan dan 83% mengalami kendala dalam melakukan pengembalian pinjaman, 65% perusahaan menghentikan usahanya baik secara sementara maupun permanen, dan 58% perusahaan mengalami penurunan produksi akibat berkurangnya permintaan.

Strategi pemulihan UMKM yang terdampak pandemi bisa diatasi melalui penerapan kebijakan pengurangan biaya operasional usaha, penyediaan modal kerja/akses pembiayaan, fasilitas transformasi usaha, peningkatan konsumsi dan permintaan produk UMKM, dan digitalisasi usaha. Namun, digitalisasi usaha atau ekonomi digital masih menjadi tantangan, hal ini karena, 93,78% UMKM non-pertanian tidak menggunakan komputer dan 90,24% tidak menggunakan internet dalam operasional usahanya, 60% produk e-commerce masih produk impor, dan hanya sekitar 10% UMKM menggunakan teknologi informasi sebagai sarana pendukung bisnis termasuk pemasaran setelah diberikan pelatihan.

Menurut Dading, pemulihan UMKM juga bisa dilakukan dengan melibatkan peran wirausaha muda. Merujuk pada World Economic Forum (2019), profil wirausaha muda Indonesia, ada 35,5% pemuda usia 15 sampai 35 tahun yang ingin menjadi pengusaha di masa depan. Pesatnya pertumbuhan perusahaan rintisan (start-up) dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia menjadi faktor yang mendorong tingginya minat pemuda tersebut dibandingkan dengan Thailand (31,9%), Vietnam (25,7%), Malaysia (22,9%), Filipina (18,7%), dan Singapura (16,9%).

Selain menjadi wirausaha, pemuda Indonesia juga memiliki persepsi yang baik untuk bekerja di perusahaan multinasional, pemerintahan, perusahaan lokal berskala besar, start-up, dan organisasi nirlaba. Di sisi lain, ketertarikan pemuda Indonesia untuk melanjutkan bisnis keluarga dan bekerja di UMKM semakin berkurang.

“Pemerintah perlu memfasilitasi kewirausahaan bagi pemuda dalam 6 aspek, yakni penyadaran (kegiatan yang diarahkan untuk memahami dan menyikapi perubahan lingkungan, sikap mental, cara pandang, motivasi), pemberdayaan (kegiatan untuk membangkitkan potensi dan peran aktif pemuda dengan memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan), pengembangan (kegiatan untuk mengembangkan potensi keterampilan dan kemandirian berusaha), pelatihan (jalinan kerjasama usaha antara wirausaha muda dengan usaha besar), pemagangan (kegiatan memberikan wadah dan sarana bagi wirausaha muda pemula untuk mempromosikan usahanya maupun produk usahanya), pendampingan (kegiatan memfasilitasi bantuan/penyertaan modal dari lembaga permodalan kepada wirausaha pemuda),” demikian Dading menutup sesinya. (hjtp)