MWA UI Gelar Seminar Daring Percepatan Ekonomi Pasca Pandemi
DEPOK – (27/1/2021) Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI) menggelar kegiatan seminar daring “Covid-19 dan Percepatan Pemulihan Ekonomi 2021: Harapan, Tantangan, dan Strategi Kebijakan”. Seminar ini disiarkan langsung di akun Youtube Universitas Indonesia pada Rabu (27/1/2021).
Seminar ini terdiri dari dua sesi. Sesi pertama mengundang beberapa narasumber, yaitu Prof. Wimboh Santoso Ph.D (Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Indonesia/OJK), Sri Mulyani Indrawati, Ph.D. (Menteri Keuangan Republik Indonesia), Franky Oesman Widjaja (Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia/KADIN), dan Dr. Chatib Basri (Menteri Keuangan RI 2013-2014). Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto hadir sebagai pembicara kunci.
Dalam sambutannya, Prof. Ari Kuncoro, Rektor UI mengatakan bahwa pandemi Covid-19 telah menyebabkan Indonesia mengalami kemerosotan ekonomi terburuk dalam 20 tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi triwulan kedua dan ketiga pada tahun 2020 masing-masing adalah -5,32% dan -3,49%. Angka kemiskinan, dan pengangguran juga meningkat tajam.
Kondisi luar biasa ini menyebabkan pemerintah harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang biasanya tidak dilakukan dalam kondisi normal agar keadaan ekonomi negara tidak kacau. “Dengan adanya seminar daring ini, semoga kita semua dapat berdiskusi memahami dan mencari solusi atas permasalahan bangsa. Saya berharap hasil seminar dan diskusi dapat dituangkan menjadi policy brief sumbangan UI untuk bangsa dan negara,’” ujarnya.
Seri seminar daring ini diinisiasi oleh MWA UI sebagai bentuk kepedulian UI terhadap permasalahan bangsa. Rencananya, seri seminar ini akan terus dilakukan sebanyak 6 kali dalam setahun. Hasil diskusi pada seminar ini nantinya akan dituangkan dalam sebuah policy brief yang akan diberikan kepada pemerintah sebagai bentuk sumbangsih pemikiran UI kepada permasalahan bangsa.
Sumber berita aslinya: https://www.ui.ac.id/mwa-ui-gelar-seminar-daring-percepatan-pemulihan-ekononomi-di-masa-pandemi/
Sri Mulyani: APBN Sebagai Instrumen Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi
Dalam seminar Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI ) yang bertema “Covid-19 dan Percepatan Pemulihan Ekonomi 2021: Harapan, Tantangan, & Strategi Kebijakan” yang digelar pada Rabu (27/1/2021), Sri Mulyani Indrawati, Ph.D., Menteri Keuangan Republik Indonesia memaparkan pentingnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam mengelola kebijakan-kebijakan pemulihan ekonomi di masa pandemi.
Menurutnya, APBN untuk tahun 2021 telah didesain dengan spirit ekspansi untuk mendukung pemulihan ekonomi di masa pandemi, namun di saat yang sama juga mengedepankan pemulihan APBN kita yang sedang defisit. “Defisit APBN saat ini mencapai angka -6,09%, ini sangat jauh dengan perkiraan kita di awal tahun 2020, yaitu -1,7%. Pandemi mengakibatkan penerimaan negara mengalami tekanan hingga kontraksi di angka -16,7%, penerimaan pajak menurun di atas 19% . Di sisi lain, belanja negara mengalami kenaikan sebesar 12%, dengan pembelanjaan pemerintah pusat meningkat sampai 22%,” ujarnya menjelaskan.
Walaupun begitu, Sri Mulyani mengatakan bahwa angka-angka ini secara umum lebih baik jika dibandingkan dengan defisit fiskal di negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina yang kontraksi fiskalnya begitu dalam disertai dengan angka defisit anggaran negara yang sangat turun dibandingkan Indonesia.
Di sisi lain, agar terjadi perbaikan dalam sisi fiskal, memang diperlukan kebijakan-kebijakan yang memberikan ruang pemulihan bagi perekonomian nasional. Salah satunya adalah dengan kebijakan struktur APBN 2021 yang menekankan kepada proses pemulihan ekonomi dan penanganan pandemi. “Pembangunan infrakstruktur, pemulihan ekonomi, pembangunan kualitas sumber daya manusia, dan perlindungan keamanan ekonomi sektoral akan menjadi prioritas dalam struktur APBN kita saat ini,” ujarnya.
Untuk tahun 2021, target penerimaan negara adalah sebesar 1.743,6 trilyun, sedangkan dari sisi belanja negara, akan dibelanjakan 2.750 trilyun. Belanja ini harus dikelola secara baik untuk program-program prioritas nasional, terutama terkait penanganan Covid -19 dan vaksinasi.
Dalam struktur APBN 2021, telah dialokasikan sebesar 550 trilyun bagi sektor pendidikan, 169,7 trilyun bagi sektor kesehatan, 408,8 trilyun bagi program perlindungan sosial, 9,9 trilyun bagi program ketahanan pangan, 14,2 trilyun di sektor pariwisata, 417,4 trilyun untuk bidang infrastruktur, serta bidang teknologi informasi dan telekomunikasi mendapatkan alokasi sebesar 26,0 trilyun.
Selain itu, APBN 2021 juga akan mendukung kebijakan-kebijakan reformasi dari pemerintah, seperti kebijakan Kampus Merdeka di bidang pendidikan, program bantuan dana sosial, program reformasi regulasi Undang-Undang Cipta Kerja, serta pemberian insentif bagi dunia usaha. Semua ini dilakukan dalam rangka pemulihan ekonomi pada masa pandemi Covid-19. “Namun penyusunan struktur APBN ini tentunya tidak akan berjalan dengan baik terkait pelaksanannya di lapangan tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta,” ujarnya pada akhir pemaparan.
Sumber: https://www.ui.ac.id/sri-mulyani-apbn-sebagai-instrumen-pemulihan-ekonomi-di-masa-pandemi/
Chatib Basri: Penanganan Kesehatan adalah Kunci Pemulihan Ekonomi Saat Ini
Dr. Chatib Basri, Menteri Keuangan RI 2013-2014, memaparkan materi berjudul “Pemulihan Ekonomi Nasional di Tengah Pandemi: Apa yang Seharusnya Dilakukan?” pada kegiatan seminar Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI).
Seminar yang mengangkat tema “Covid-19 dan Percepatan Pemulihan Ekonomi 2021: Harapan, Tantangan, & Strategi Kebijakan” ini digelar pada Rabu (27/1/2021) melalui akun Youtube resmi Universitas Indonesia.
Dalam pemaparannya, Chatib Basri mengatakan bahwa Indonesia, di masa pandemi, sudah melewati masa terburuk ekonomi pada triwulan kedua di tahun 2020. Dengan skenario positif, Indonesia nanti mungkin akan mengalami perbaikan Gross Domestic Produc (GDP) di masa triwulan keempat dengan bentuk grafik Swoosh Shape Recovery (seperti bentuk tanda centang V).
“Skenario positif ini hanya mungkin terjadi kalau kita memegang kuat satu asumsi, yaitu pandemi tidak merebak lagi. Oleh karena itu, berkali-kali saya katakan bahwa kunci pemulihan ekonomi kita adalah penanganan kesehatan,” ujarnya.
Menurutnya, untuk melakukan pemulihan ekonomi pasca pandemi, terlebih dahulu pemerintah harus mengenali jenis kelas ekonomi di masyarakat, dan bagaimana pengaruhnya bagi tingkat supply- demand di masyarakat. Bila tidak dikenali, maka yang akan terjadi adalah ketimpangan ekonomi yang terjadi setelah masa pandemi selesai.
“Kelas masyarakat yang paling terkena dampak pandemi adalah di kelas masyarakat lower middle income grup, yang kedua adalah para pelaku usaha kecil dan menengah, sedangkan kelas menengah dan menengah keatas yang berstatus employee hampir-hampir tidak terkena dampak pandemi, karena mempunyai status pendapatan yang tetap. Oleh karena itu, bansos memang harus menjadi salah satu prioritas utama pemerintah dalam program pemulihan pandemi,” ujarnya menjelaskan.
Dari data yang ada, selama pandemi penurunan angka tabungan juga terjadi di hampir semua kelas pendapatan ekonomi, kecuali yang berpenghasilan 5 juta keatas. Hal ini bisa terjadi karena konsumsi terbesar kelas menengah dan menengah kebawah ada di sektor konsumsi, sehingga tabungan mereka dihabiskan di sektor tersebut.
Kelas menengah keatas justru konsumsi terbesarnya ada di sektor hiburan dan pariwisata, yang tidak bisa dilakukan selama pandemi, sehingga jumlah tabungan kelas ini justru meningkat. Dengan dana tidak terpakai yang begitu besar, masyarakat menengah keatas pada akhirnya banyak melakukan penyimpanan di saham dan obligasi, sehingga nasabah retail di pasar modal meningkat.
Di sisi lain, ketika saat ini tingkat konsumsi masyarakat kelas menengah dan menengah kebawah sudah kembali normal, tingkat konsumsi masyarakat menengah keatas belum kembali normal, karena pembatasan pada bidang hiburan, pariwisata, dan housing masih terus dilakukan pemerintah dalam upaya pencegahan penularan Covid-19. Untuk mengembalikan tingkat konsumsi masyarakat menengah keatas inilah, maka pandemi tidak boleh merebak lagi. Penanganan kesehatan harus menjadi prioritas program pemulihan pandemi.
Ia juga menyarankan pemerintah dan Bank Indonesia harus mempersiapkan langkah-langkah exit dari pandemi dengan terarah, terutama dalam hal penarikan stimulus dari masyarakat. Bila dilakukan secara mendadak, maka dikhawatirkan kondisi masyarakat belum siap, namun bila tidak cepat dilakukan Indonesia bisa tertinggal dengan negara maju.
Negara maju dalam melakukan program exit-nya pasti akan melakukan program normalisasi kebijakan moneter yang berdampak pada ditariknya uang investasi yang telah ditanamkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini bisa mengguncang perekonomian dalam negeri. Hal ini bisa dicegah bila pemerintah dapat merancang program exit yang terarah dan bisa lebih cepat dibandingkan program-program normalisasi dari negara maju.