Bambang PS Brodjonegoro: Optimalkan Riset Bersama

0

Optimalkan Riset Bersama

 

Kolaborasi riset lintas perguruan tinggi nasional dan internasional, lembaga riset, serta industri agar terus dibangun. Ini supaya hasil-hasil riset bisa membawa manfaat nyata di masyarakat.

JAKARTA, KOMPAS | (19/2/2021) — Penelitian kolaboratif, baik antar perguruan tinggi maupun antara perguruan tinggi dan industri serta lembaga riset, perlu selalu didorong. Hal seperti itu berdampak positif pada kualitas keilmuan dan mengatasi keterbatasan kapasitas anggaran.

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, belanja penelitian dan pengembangan selama ini masih didominasi dari anggaran pemerintah meskipun jumlahnya jauh dari ideal. Apabila ada dana abadi riset, itu pun baru beroperasi penuh pada tahun 2021.

“Maka, kolaborasi riset harus dioptimalkan, mulai dari sesama individu peneliti, antar fakultas, program studi, perguruan tinggi, lembaga riset, dan organisasi internasional. Tidak mungkin satu bidang ilmu dikerjakan sendirian,” ujarnya saat pengumuman hibah riset untuk perguruan tinggi bukan badan hukum dan swasta, Kamis (18/2/2021), di Jakarta.

Bambang mengatakan, pemerintah mendukung kolaborasi riset internasional dengan pendanaan APBN dan dana abadi riset. Sebagai contoh, riset kolaborasi kesehatan Indonesia-Melbourne (Australia).

Riset ini melibatkan, antara lain, Universitas Melbourne, Universitas Indonesia, dan Kemenristek/BRIN. Topiknya meliputi kesehatan dasar, pelayanan kesehatan, penyakit infeksius, serta kesehatan anak dan remaja.

Pelaksana Tugas Deputi Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek/BRIN, Muh Dimyati mengatakan, topik-topik penelitian yang diajukan perguruan tinggi negeri bukan badan hukum dan swasta telah sesuai dengan Prioritas Riset Nasional (PRN). Pemerintah mengupayakan topik proposal sesuai dengan PRN.

Data Kemenristek/BRIN, pada 2021, total dana hibah riset untuk 12 perguruan tinggi negeri berbadan hukum mencapai sekitar Rp400 miliar. Dana ini untuk pembiayaan penelitian terapan (664 judul), penelitian dasar (1.694 judul), dan penelitian peningkatan kapasitas riset (764 judul).

Sementara total dana hibah riset untuk perguruan tinggi negeri bukan badan hukum dan swasta mencapai Rp623 miliar. Dana ini untuk pembiayaan penelitian terapan (1.305 judul), penelitian dasar (1.297 judul), dan penelitian peningkatan kapasitas riset (4.380 judul).

Hibah riset Rp623 miliar didistribusikan ke empat kluster perguruan tinggi, yaitu mandiri (1.267 judul sebesar Rp85 miliar), utama (1.121 judul sebesar Rp190 miliar), madya (426 judul sebesar Rp66 miliar), dan binaan (3.846 judul sebesar Rp85 miliar).

Dari aspek kolaborasi riset dengan mitra, pada 2021, data Kemenristek/BRIN menyebutkan, di perguruan tinggi negeri berbadan hukum terdapat 166 judul penelitian dasar dan 660 judul penelitian terapan. Sementara di perguruan tinggi negeri bukan badan hukum dan swasta terdapat 147 penelitian dasar, 1.274 penelitian terapan, dan 68 penelitian peningkatan kapasitas riset yang dikerjakan kolaboratif dengan mitra.

Jangka panjang

Koordinator Program Kedaireka Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Achmad Aditya, saat dihubungi terpisah, mengatakan, keberadaan platform Kedaireka bertujuan untuk merintis ekosistem kolaborasi riset. Melalui platform ini, peneliti dari perguruan tinggi dan pelaku industri dipertemukan.

Keduanya bisa saling unggahe kebutuhan ataupun ide riset/inovasi. Pemerintah membantu dalam bentuk pemberian matching fund.

“Sistem Kedaireka memungkinkan semakin mudahnya kolaborasi. Sebagai ilustrasi, ada

sebuah kampus terbiasa mengelola dana riset Rp300 juta, lalu sebuah industri menawarkan proyek riset senilai Rp1 miliar. Kampus bersangkutan pasti akan mencari kampus lain untuk menjadi mitra menggarap tawaran itu,” ujarnya.

Saat ini, 9.800 peneliti dari berbagai latar belakang keilmuan dan perguruan tinggi mendaftar riset/inovasi. Dalam dua bulan, sekitar 100 peneliti sudah cocok (match) dengan pelaku industri.

Dampak kebiasaan penelitian kolaboratif yang diharapkan dari adanya Kedaireka tidak akan instan. Contohnya, Healthcare Innovation Hub di Jepang. Platform ini dirintis pada 2014 dan tujuh tahun kemudian baru 180 pelaku industri yang berkolaborasi. (MED)

 

Sumber: Harian Kompas. Edisi: Jumat, 19 Februari 2021. Rubrik Pendidikan dan Kebudayaan. Halaman 5.