Budi Frensidy: Kritis Terhadap Valuasi Saham dan Provokasi Pom-Pom

0

Budi Frensidy: Kritis Terhadap Valuasi Saham dan Provokasi Pom-Pom

Oleh: Prof. Dr. Budi Frensidy, Guru Besar FEB UI

 

Koran Kontan (1/3/2021) – Sebagai pencinta matematika, beberapa kali saya melakukan presentasi makalah tentang aplikasi matematika dalam investasi dan keuangan pada seminar nasional dan internasional matematika di dalam dan luar negeri. Yang akan saya ceritakan berikut adalah pengalaman menarik dari sebuah seminar di Bandung. Cerita ini juga sering saya ceritakan di kelas-kelas perkuliahan saya.

Ada dua orang pembicara utama saat itu, yaitu mantan CEO perusahaan multinasional dan chief economist BEI. Yang menarik dari paparan kedua pembicara ini, sehingga saya terus mengingatnya, adalah perbedaan pandangan mereka tentang matematika.

Pembicara pertama mengatakan kalau pekerjaannya sangat terbantu dengan matematika. ”Matematika memungkinkan saya selalu mempunyai banyak solusi untuk sebuah permasalahan,” ujar dia. ”Kontribusi matematika dalam dunia kerja adalah nyata dan saya mengalaminya.”

Pembicara kedua justru berpendapat sebaliknya. Dengan tegas dia menyatakan ketidaksetujuannya atas pernyataan pembicara pertama. Menurutnya, yang benar itu adalah matematika membuat kita mendapatkan satu solusi tunggal untuk banyak persoalan. ”Matematika akan memberikan kita satu solusi sapu jagat untuk bermacam masalah yang kita hadapi,” komentar dia.

Mendengar dua pandangan yang bertolak belakang ini, saya pun langsung meluruskan kedua pernyataan yang sama-sama salah ini. Tanpa bermaksud menggurui kedua tokoh yang saya hormati tersebut, saya katakan kalau pernyataan yang benar seharusnya adalah, ”Matematika mengajarkan kita kalau ada banyak cara untuk menyelesaikan suatu persoalan. Semua cara itu, dalam matematika, mesti memberikan hasil yang sama. Dalam banyak kasus, solusinya adalah tunggal. Namun demikian, tidak jarang kita memperoleh banyak solusi atau bahkan tidak ada solusi sama sekali.”

Lebih lanjut saya juga menyatakan, ”Jika sebuah persoalan saja belum tentu ada solusinya, adalah tidak mungkin kita mempunyai solusi sapu jagat untuk berbagai persoalan.” Sebagai contoh, kita semua pernah belajar persamaan linier sejak sekolah dasar. Untuk menyelesaikan persamaan linier paling sederhana hingga yang kompleks, kita mempunyai sedikitnya enam cara, yaitu eliminasi, substitusi, determinan (aturan Cramer), matrik invers, metode Gauss, dan metode Gauss-Jordan. Untuk persamaan linier dengan dua variabel, kita mempunyai cara yang ketujuh, yaitu dengan grafik.

Semua cara di atas akan memberikan hasil yang persis sama. Jika yang satu mengatakan ada solusi tunggal, yang lainnya juga akan berkesimpulan yang sama. Demikian juga jika yang satu mengatakan persamaan linier mempunyai multipel solusi atau tidak mempunyai solusi.

Untuk konkretnya, saya akan menggunakan tiga contoh persamaan linier paling sederhana. Untuk persamaan linier X + Y = 8 dan 2X + Y = 10. Diselesaikan dengan cara apa pun, persamaan linier ini akan memberikan solusi tunggal, yaitu X = 2 dan Y = 6.

Tapi, untuk persamaan linier X + Y = 8 dan 2X + 2Y = 16, kita mempunyai beberapa solusi, seperti (X, Y) sama dengan (2, 6), (3, 5), dan lainnya. Kemudian, jika angka 16 dalam persamaan terakhir kita ganti dengan sembarang angka lain, 17 misalnya, kita tidak akan pernah mendapatkan solusi, karena persamaan tidak konsisten.

Banyak jalan menuju Roma. Dalam matematika pun, kita mempunyai banyak cara untuk menyelesaikan sebuah soal dan semuanya harus memberikan hasil yang sama.

Soal banyak cara ini, tidak berbeda dengan matematika, penilaian saham juga mempunyai banyak metode. Sayangnya, hasil penilaian berbagai metode ini seringnya tidak sama.

Perbedaan penilaian inilah yang menyebabkan terjadinya transaksi. Ada pihak yang memandang harga sebuah saham masih murah (pembeli), sementara pihak lain berpendapat sebaliknya (penjual).

Jika semua metode ini memberikan hasil yang sama, tidak akan banyak transaksi karena hanya akan ada satu nilai yang disepakati bersama. Frekuensi perdagangan dan volatilitas harga saham pun akan turun.

Berbagai metode untuk penilaian saham itu adalah pendiskontoan arus kas, residual income, EVA (economic value added), dan price multiple. Arus kas dapat berupa dividen, arus kas bersih untuk perusahaan, dan arus kas bersih untuk ekuitas yang masing-masingnya dapat dibagi lagi menjadi model konstan, satu tingkat pertumbuhan, dan dua atau lebih tingkat pertumbuhan.

Terakhir, metode price multiple mempunyai varians PER, PBV, PEG (price earning to growth), price to sales, price to cash flows, dan EV/EBITDA.

Memahami banyaknya metode di atas, Anda tidak perlu kaget lagi jika valuasi antar-analis saham tidak sama, karena sangat mungkin mereka menggunakan metode yang berbeda. Untuk metode yang sama saja, harga wajar atau nilai saham dapat berbeda jika asumsinya (tingkat diskonto dan tingkat pertumbuhan) berbeda.

Kesimpulannya, menghitung harga wajar saham itu tidak hanya banyak caranya, tetapi juga banyak hasilnya. Karenanya, kita harus hati-hati membaca laporan valuasi saham dari para analis.

Periksa dengan teliti asumsi tingkat diskonto dan pertumbuhannya. Jika dia menargetkan nilai tertentu untuk sebuah saham, dia dapat melakukannya dengan mudah, yaitu dengan mencari metode dan asumsi yang mendukung target harganya tersebut.

Terakhir, jika terhadap laporan valuasi saham saja kita sebaiknya tidak menerimanya begitu saja, apalagi dengan rekomendasi yang diberikan para pom-pom yang memprovokasi harga sebuah saham akan naik menuju harga tertentu, tanpa alasan apa pun. Yang terjadi, sangat mungkin dia sudah membeli saham tersebut dalam jumlah banyak di harga rendah dan ingin menjualnya saat orang lain membelinya karena ajakan dia.

Ingatlah selalu prinsip dasar investasi Buy what you know and know what you buy.

 

Sumber: Koran Kontan. Edisi: Senin, 1 Maret 2021. Rubrik Portofolio – Wake Up Call. Halaman 4.