(LM) FEB UI HR Excellence Webinar Series, “Managing and Retaining Millennial Workers: Based On Empirical Study”
Rifdah Khalisha – Humas FEB UI
DEPOK-(23/02/2021) Lembaga Manajemen (LM) FEB UI bersama SWA menggelar HR Excellence Webinar Series, Presenting Best and Future Practices, Seri-11 bertajuk “ Managing and Retaining Millennial Workers: Based On Empirical Study” pada Selasa (23/2). Webinar menghadirkan pemateri Dr. Yayan Hadiyat, M.M., Chief Human Resources Officer Napan Group dan pengajar FEB Universitas Pakuan, serta pembahas Niken Ardiyanti, S.Psi., M.Psi., dosen dan konsultan LM FEB UI. Acara dipandu oleh Yosa Maulana, jurnalis SWA.
Dalam materinya berjudul Millennial in The Workforce, Yayan memaparkan, “Berdasarkan sensus penduduk oleh Badan Pusat Statistik (BPS), generasi milenial dan generasi z mendominasi jumlah penduduk Indonesia hingga 2020. Pada tahun 2025 mendatang, generasi milenial dan seterusnya akan menjadi 75 persen dari angkatan kerja global. Milenial adalah kelompok generasi yang mengekspresikan diri. Mereka tidak takut untuk berbagi pengalaman, pandangan, dan ide dengan koneksi mereka.”
Seorang psikolog terkenal bernama Lewis Goldberg mengemukakan teori sifat kepribadian dalam dunia kerja, yakni “the big five” atau model lima besar. Teori model lima besar terdiri dari openness (terbuka pada hal baru), conscientiousness (berhati-hati), extraversion (ekstraversi), agreeableness (mudah sepakat), dan neuroticism (neurotisme).
Menurut penelitian studi empirik, kepribadian “the big five” kurang memprediksi sikap kerja karyawan milenial. Analisis model penelitian membuktikan bahwa pengaruh signifikan dalam meningkatkan kinerja pada karyawan milenial justru sikap kepuasan dan keterikatan kerja.
“Kepuasan kerja berarti kepuasan tinggi terhadap dukungan rekan kerja dan atasan, kesempatan promosi, kepuasan pendapatan, keamanan pekerjaan, dan kemajuan karir. Sementara itu, keterikatan kerja terbentuk atas dasar emosional dan fisik. Keterikatan emosional berarti adanya perasaan positif, tertarik, senang, bangga, dan antusias pada pekerjaan. Keterikatan fisik berarti adanya intensitas, upaya penuh mencurahkan energi, serta usaha keras menyelesaikan pekerjaan,” jelas Yayan.
“Dalam upaya mengelola dan mempertahankan karyawan milenial, perusahaan perlu membangun lingkungan kerja yang bisa meningkatkan kepuasan dan keterikatan kerja. Selain itu, perusahaan harus memahami aspek-aspek organisasional yang positif sehingga meningkatkan keterikatan kognitif dan emosional yang menjadi dasar pengembangan kinerja secara kontekstual,” tutup Yayan.
Kemudian, Niken mengatakan bahwa setiap generasi punya kecenderungan nilai karakteristik tersendiri. Generasi baby boomers (1940-1960) berorientasi pada tim, generasi x (1960-1980) berdasar pada pencapaian, generasi y atau milenial (1980-2000) bersikap positif, dan generasi z (2000-2020) berhubungan erat dengan informasi dan teknologi.
Lebih luas lagi, karakteristik pekerja milenial adalah menerima keragaman (multikultural), menanamkan sikap positif, menyukai kolaborasi, merasa cemas, memperoleh informasi yang merajalela, dan mengenal teknologi.
Pada akhir paparannya, Niken membagikan strategi untuk mempertahankan pekerja milenial, “Seluruh stakeholder di organisasi perlu menerima adanya kondisi unconscious bias and values serta membuat program strategis. Pimpinan dan manajer perlu memahami konteks situasi karakteristik setiap generasi karyawan serta mengembangkan organisasi dan karyawan. Apabila terpenuhi, maka organisasi dan perusahaan mampu meminimalisasi perbedaan persepsi lintas generasi dan mencapai target bisnis.” (hjtp)