Tax Education and Research Center Sharing Session: Tax Avoidance

0

Tax Education and Research Center Sharing Session: Tax Avoidance

 

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

DEPOK – (31/3/2021) Tax Education and Research Center (TERC) FEB UI bersama Program Studi Pascasarjana Ilmu Akuntansi UI menggelar acara rutin Tax Research Sharing Session mengenai “Tax Avoidance” pada Rabu (31/3). Menghadirkan pembicara Subagio Effendi, SST., MPF., Ph.D., (Cand), University of Technology Sydney, Dr. Indah Masri, S.E., M.S.Ak., CA, Pengajar FEB Universitas Pancasila, Siti Nuryanah, S.E., M.B.A., M.M., Ph.D., Pengajar Departemen Akuntansi FEB Universitas Indonesia.

     

Menurut Subagio, sejak terungkapnya beberapa kasus perusahaan besar melakukan penghindaran pajak  atau tax avoidance, masalah ini menjadi perhatian di berbagai diskusi kebijakan, baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun media massa. Hampir seluruh pemerintah di dunia, termasuk Indonesia, memperbarui kebijakan perpajakan.

Pada dasarnya, pengukuran penghindaran pajak harus mampu mencerminkan beban pajak perusahaan yang sebenarnya, mengukur risiko penghindaran pajak, dan menangkap skema penghindaran pajak strategis perusahaan.

Subagio pun memaparkan penelitiannya terkait penghindaran pajak dengan data dan sampel dari Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar, dan Kantor Wilayah Khusus DKI Jakarta.

   

Selanjutnya, Indah memaparkan penelitiannya terhadap peranan manajemen risiko pajak dan tata kelola perusahaan pada hubungan antara praktik penghindaran pajak internasional dengan kualitas laba.

Ia menggunakan data laporan keuangan tahunan dan laporan tahunan perusahaan multinasional dari tahun 2010 hingga 2016 atas perusahaan publik multinasional yang terdaftar di negara ASEAN. Ada 5 operasional pengukuran variabel, yakni independen, moderasi, intervening, dependen, dan control.

“Penelitian ini memiliki implikasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, investor, dan regulator. Dari hasil tersebut, terbukti bahwa masih ada perusahaan yang melakukan praktek manajemen laba untuk meminimalkan pembayaran pajak yang dalam pelaporan keuangannya. Selain itu,  terbukti penerapan manajemen risiko pajak dan tata kelola perusahaan yang baik tak menjamin bahwa perusahaan bebas dari agretivitas pajak,” jelas Indah.

     

Terakhir, dalam materinya Siti mengatakan, “Pajak adalah sumber pendapatan terpenting bagi semua negara di dunia. Namun, di banyak negara berkembang, administrasi perpajakan masih lemah. Tingkat kepatuhan pajak secara keseluruhan rendah dan sebagian besar sektor informal ekonomi melarikan diri dari pungutan tagihan untuk pengeluaran publik.”

“Sektor informal seperti Usaha Kecil Menengah (UKM) memainkan peran penting karena mewakili sekitar 90% bisnis dan lebih dari 50% lapangan kerja di seluruh dunia. Agenda peningkatan tata kelola UKM yang mengarah pada peningkatan kepatuhan pajak akhirnya memungkinkan pemerintah untuk memungut penerimaan pajak dari sektor potensial tersebut,” sambungnya.

Siti meneliti, untuk mengisi kesenjangan penelitian, dengan mengevaluasi reformasi administrasi perpajakan di sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yaitu aturan kerangka perpajakan yang mengukur ekuitas, kepastian, kemudahan, dan ekonomi terhadap 518 UMKM dari berbagai daerah di tanah air.

“Dengan tingkat kesepakatan lebih dari 61%, regulasi perpajakan UMKM yang baru telah memenuhi empat aturan perpajakan. Secara keseluruhan, aspek kenyamanan mencapai tingkat kesepakatan tertinggi (77,57%), sedangkan aspek ekuitas mencapai kesepakatan terendah (67,04%). Tingkat persetujuan tertinggi (77,99%) tentang aspek kenyamanan, yakni kemudahan SPT yang hanya setahun sekali. Tingkat kesepakatan terendah (61,52%) tentang aspek ekonomi, yakni menganggap manfaat pajak lebih tinggi dari beban pajak,” ujar Siti menutup paparannya. (hjtp)