Bincang Sore Departemen Manajemen: Indonesia 4.0 through Social Entrepreneurship
Rifdah Khalisha – Humas FEB UI
DEPOK – (29/9/2021) Dalam Rangkaian Acara Dies Natalis Ke-71, FEB UI menggelar Bincang Sore Seri 1 bersama Departemen Manajemen dengan tema “Indonesia 4.0 through Social Entrepreneurship” pada Rabu (29/9). Menghadirkan narasumber Al-Fatih Timur (Founder Kita Bisa dan Alumni Departemen Manajemen FEB UI) dan Mone Stepanus Andrias, Ph.D. (Akademisi Departemen Manajemen FEB UI).
Fatih mengenalkan Kitabisa, platform penggalangan dana sosial terkemuka di Indonesia. “Berdiri pada 2013, Kitabisa telah memfasilitasi ribuan penggalangan dana sosial dan kesehatan setiap harinya. Lebih dari 300 tim kami percaya bahwa teknologi adalah alat yang sempurna untuk memperkuat kebaikan. Kitabisa menyediakan platform bagi siapa pun untuk menggalang atau menyalurkan donasi online secara efektif.”
Hingga kini, Kitabisa telah menghubungkan lebih dari 50.000 kampanye penggalangan dana dan menerima berbagai penghargaan, di antaranya Padma Award Kementerian Sosial RI, Forbes Under 30, EY Entrepreneur of The Year, dan Fundraising Award 2020.
Kemudian, ia memaparkan bahwa Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index 2021 menobatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia. Laporan tersebut mengukurnya melalui 3 indikator kebaikan, yakni membantu orang tak dikenal, memberi sumbangan, dan menjadi relawan.
Kitabisa selalu berusaha memastikan penggalangan dana aman dengan tahap verifikasi melalui beberapa fitur, seperti know your customer, otomatisasi penggalang dana melalui bantuan pihak ketiga; verifikasi campaign, pemeriksaan oleh galang dana medis; abuse report, partisipasi masyarakat untuk aktif memantau galang dana mencurigakan; tim investigasi, mengolah laporan indikasi galang dana mencurigakan.
“Di era Indonesia 4.0 through Social Entrepreneurship, setiap universitas dan fakultas harus mendekatkan diri dan mempelajari perkembangan terbaru dunia teknologi,” tandasnya.
Mone membahas tentang wirausahawan sosial untuk menjadikan Indonesia hebat. “Digitalisasi merupakan sebuah fenomena yang happening beberapa tahun terakhir. Berbagai aspek kehidupan mulai memiliki keterkaitan dengan dunia digital, tak terkecuali wirausahawan sosial.”
Ia memaparkan paper milik Torres dan Augusto (2020) untuk mempelajarinya. Menurut Bierhoff (2002), wirausahawan sosial adalah individu yang bekerja untuk kepentingan mereka sendiri sambil mengejar tujuan prososial. Sementara Barberá-Tomás et al. (2019) mendefinisikan, individu yang mencoba menciptakan perubahan sosial. Lalu, Selsky dan Parker (2010) menuliskan bahwa wirausahawan sosial berarti mengembangkan model bisnis untuk mengatasi masalah sosial dan memberikan dampak sosial.
Mone mengungkapkan, “Penelitian tersebut menggunakan metode analisis komparatif kualitatif dengan mengambil data dari 27 negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan variabel Philanthropic Financial System (PFS), Indonesia memiliki skor sangat tinggi, sebesar 0,67. Hal ini berarti masyarakat Indonesia suka membantu orang atau memberikan sumbangan.”
“Oleh karenanya, wirausahawan sosial dapat memanfaatkan tradisi kebaikan masyarakat Indonesia tersebut dalam hal positif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kehadiran aktivitas kewirausahaan sosial dan nilai lainnya lebih terkait erat dengan tingkat kesejahteraan nasional yang tinggi,” ujarnya.
Bagi Mone, Indonesia membutuhkan lebih banyak wirausahawan sosial digital untuk membantu memecahkan masalah sosial. Sejatinya, negeri ini telah memiliki modal sosial yang tinggi, misalnya pertanian, Usaha Kecil dan Menengah (UKM), serta program Corporate Social Responsibility (CSR).