TERC LPEM FEB UI bersama IAI Adakan Webinar KAPJ IAI Goes to Campus, “Economic and Taxation Outlook 2022”
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
DEPOK – (26/1/2022) Tax Education and Research Center Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (TERC LPEM FEB UI) bekerjasama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengadakan webinar KAPJ IAI Goes to Campus, dengan tema “Economic and Taxation Outlook 2022” pada Rabu (26/1). Acara dibuka oleh sambutan Dekan FEB UI, Teguh Dartanto, Ph.D., Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI, Prof. Mardiasmo.
Di dalam sambutannya, Teguh Dartanto mengatakan tahun 2022 akan menjadi testing ground pemberlakuan kebijakan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengenai pajak karbon dan koordinasi perpajakan internasional. Perubahan kebijakan perpajakan ini diharapkan mengarah pada sistem perpajakan yang lebih efisien dan fair selain untuk peningkatan penerimaan perpajakan sebagai sumber penerimaan utama untuk tingkat pemerintah pusat dan juga sebagai siklus pemulihan ekonomi nasional (PEN).
“Saya berharap KAPJ IAI Goes to Campus, dapat menjadi forum penelaahan, pembelajaran atas perumusan dan pelaksanaan kebijakan pajak di Indonesia saat ini dan ke depannya. Diskusi Tax Outlook juga untuk mengantisipasi dan identifikasi risiko yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak di tahun 2022,” jelas Teguh.
Narasumber pada webinar ini ialah Kepala Badan Kebijakan Fiskal di Kementerian Keuangan RI, Febrio Nathan Kacaribu, Ph.D., Chief Economist PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), Dr. I Kadek Dian Sutrisna Artha, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak di Kementerian Keuangan RI, Dr. Yon Arsal, dengan moderator Christine Tjen, S.E., Ak., M.Int.Tax, CA., Koordinator TERC FEB UI.
Febrio Nathan Kacaribu, narasumber pertama, menjelaskan bahwa reformasi sistem perpajakan Indonesia harus dapat memperkuat fungsi APBN untuk menyejahterakan masyarakat. Reformasi sistem perpajakan tersebut haruslah netral (pajak tidak menciptakan distorsi yang berlebihan dalam perekonomian), fleksibilitas (mampu beradaptasi dengan perubahan struktur, teknologi, dan aktivitas dunia usaha), efektif dan adil, kepastian dan kesederhanaan (administrasi pajak yang mudah, simple, menjamin kepastian hokum), Stabilitas (penerimaan perpajakan harus memadai, terjaga, bekelanjutan), efisiensi (biaya untuk patuh pajak dan memungut pajak seminimal mungkin).
Menurut Febrio, target penerimaan pajak Indonesia tahun 2022 sebesar Rp1.265,1 triliun terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh) Rp680,9 triliun, pajak bumi dan bangunan Rp18,4 triliun, Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN/PPnBM) Rp554,4 triliun, pajak lainnya Rp11,4 triliun. Selain itu, target penerimaan pajak dari kepabeanan dan cukai pada 2022 sekitar Rp245 triliun, meliputi bea masuk Rp35,2 triliun, bea keluar Rp5,9 triliun, dan cukai Rp203,9 triliun. Pendapatan dari pajak tersebut digunakan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Ke depannya, dengan adanya UU HPP Tahun 2022 diharapkan menghasilkan administrasi dan kebijakan perpajakan yang lebih baik dan adil, sehingga rasio perpajakan Indonesia akan terus membaik dan semakin sehat untuk menopang fungsi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Tahun 2022 bukanlah tahun yang mudah, tetapi kita melihat dengan penuh optimisme meskipun kita sedang menghadapi ketidakpastian global akibat pandemi. Namun, kita bisa berharap navigasi yang dilakukan bersama-sama akan menghasilkan outcome dan prestasi bagi bangsa dan negara,” ujar Febrio di akhir pemaparannya.
I Kadek Dian Sutrisna Artha, narasumber kedua, menuturkan “Dalam menjaga sustainability fiscal, pemerintah sudah melakukan perencanaan konsolidasi fiskal, dimana pada 2023 direncanakan defisit anggaran pemerintah kembali di bawah 3 persen per produk domestik bruto (PDB). Tentunya, membutuhkan peningkatan penerimaan terutama dari perpajakan dan tetap menjaga stimulus perekonomian. Mengingat, perekonomian Indonesia saat ini masih tahap recovery.”
Konseptual menjaga sustainability fiscal ditujukan dengan penurunan utang per gross domestic product (GDP) dari tahun ke tahun, mengurangi primary defisit dan mencapai primary surplus. “Kondisi yang harus dipenuhi tersebut ialah beban biaya bunga dari fiskal pemerintah diusahakan lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi yang dimiliki. Misalnya, timgkat bunga obligasi sebesar 6,67% dan inflasi 1,68% maka pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan untuk sustainability fiscal minimal 5% per tahun,” ungkap Kadek.
Yon Arsal, narasumber ketiga, menyampaikan bahwa penerimaaan pajak di tahun 2021 mencatatkan performa yang menjanjikan, baik dari sisi capaian terhadap target maupun pertumbuhan (year on year). Penerimaan pajak 2021 didukung kinerja jenis pajak utama, yaitu PPh 21 (11,7%), PPh 22 Impor (3,2%), PPh Orang Pribadi (1,0%), PPh Badan (15,5%), PPh 26 (5,2%), PPh Final (8,6%), PPN Dalam Negeri (26,8%), dan PPN Impor (15,0%).
Di tahun 2022, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan masih memiliki berbagai pekerjaan rumah, antara lain menjaga momentum pemulihan penerimaan pajak pasca pandemi, risiko eksternal khususnya harga komoditas dan perdagangan internasional, berlakunya UU HPP yang diharapkan dapat memperkuat regulasi dan administrasi penerimaan pajak sehingga mendorong peningkatan penerimaan dan kepatuhan pajak yang berkelanjutan, serta pemulihan ekonomi di dalam negeri dan membaiknya aktivitas masyarakat.
“Dari waktu ke waktu, DJP Kementerian Keuangan terus memperbaiki proses pelayanan yang lebih baik terhadap semua wajib pajak dan meningkatkan kualitas pengawasan berbasiskan data sesuai tingkat risiko wajib pajaknya. Kinerja di 2021 yang sudah optimal bisa dijaga dan tingkatkan di tahun 2022, sehingga penerimaan pajak bisa optimal sebagai instrumen untuk mewujudkan konsolidasi fiskal pada 2023,” demikian Yon menutup sesinya.
Di pengujung webinar, Ketua IAI KAPJ, Prof. John L. Hutagaol memberikan closing remark. John Hutagaol mengucapkan “Terima kasih kepada TERC LPEM FEB UI yang telah bekerjasama dengan IAI menyelenggarakan webinar KAPJ IAI Goes to Campus. Di dalam webinar tadi, kita telah mendapatkan pencerahan dari narasumber berdasarkan pandangannya. Tentunya, kita sepakat bahwa 2022 dapat memberikan prospek yang bagus dan kesempatan emas bagi Indonesia untuk segera mengakselerasi PEN. Hal ini didukung oleh dampak positif dari pelaksanaan PEN sejak 2020, keberhasilan pemerintah dalam mengatasi dan menangani Covid-19 dengan membangun herd immunity, pelaksanaan UU HPP tahun 2022, dan Indonesia sebagai Tuan Rumah Presidensi G20.”