Ari Kuncoro: Pertumbuhan di Tengah Resurjensi

0

Pertumbuhan di Tengah Resurjensi

Oleh: Rektor Universitas Indonesia dan Guru Besar FEB UI, Prof. Ari Kuncoro, Ph.D.

 

KOMPAS – (8/2/2022) Pergantian tahun 2022 belum beranjak jauh, tetapi sejumlah ketidakpastian sudah mulai menghadang. Yang jadi keprihatinan utama adalah resurjensi pandemi varian Omicron yang merebak kembali ke sejumlah negara, termasuk negara-negara industri maju. Dana Moneter Internasional (IMF) sudah mengoreksi pertumbuhan global ke bawah. Pertumbuhan global tahun 2022 diramalkan lebih pesimistis, yakni 4,4 persen, lebih rendah daripada perkiraan pada Oktober sebesar 4,9 persen. Pertumbuhan global 2023 diperkirakan 3,8 persen atau 0,2 persen lebih tinggi daripada perkiraan semula. Berbagai prediksi itu belum memasukkan ketidakpastian lain, seperti transisi energi dunia ke arah sumber-sumber terbarukan yang tak berjalan mulus sehingga menaikkan harga energi.

Kenaikan permintaan minyak dunia sebagai ledakan pent-up demand saat pandemi dihadapkan pada penawaran minyak dunia dengan investasi stagnan akibat pergerakan ke sumber-sumber energi terbarukan. Hal ini juga mendorong harga minyak West Texas Intermediate tembus 90 dollar AS perbarel. Belum lagi ada ketegangan Ukraina-Rusia.

Pelajaran dari pertumbuhan triwulan IV

Badan Pusat Statistik merilis data pertumbuhan triwulan IV-2021 pada 7 Februari 2022. Dinamika ekspektasi masyarakat menghasilkan pertumbuhan tahunan 3,51 dan 5,02 persen pada triwulan III dan IV-2021. Pertumbuhan tetap positif karena indeks keyakinan konsumen (IKK) dan indeks manajer pengadaan sektor manufaktur (PMI) bergerak kembali menuju zona optimistis pada September 2021.

Padahal, pada Juli-Agustus 2021 terjadi resurjensi. Tercatat kasus positif baru per 15 Juli 2021 sebanyak 56.757, merupakan puncak kurva Covid-19 untuk Indonesia. Sebulan sebelumnya, pada 15 Juni, tercatat kasus positif baru harian 8.340. Berarti selama satu bulan terjadi akselerasi 575,7 persen. IKK anjlok secara drastis pada Juli 2021 ke 80,2 dari 107,4 pada bulan sebelumnya atau turun 25,3 persen.

Dengan pengetatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) terjadi pembalikan ekspektasi. Antara September dan Oktober 2021, IKK naik tajam dari 95,5 (zona pesimistis) ke 113,4 (zona optimistis). Sampai Desember 2021, masyarakat masih membelanjakan pendapatan. Hal ini terlihat dari penurunan proporsi pendapatan yang ditabung pada November dan Desember dari 14,6 ke 14,1 persen.

Sebagian dari penurunan tabungan digunakan untuk memperbesar pembayaran cicilan. Sebagian lain digunakan untuk konsumsi leisure (relaksasi, pengalaman, dan aktualisasi) setelah sekian lama terkungkung pandemi.

Data mobilitas BPS yang diolah dari Google menunjukkan mobilitas di tempat perdagangan, ritel, dan rekreasi sudah 4,4 persen di atas prapandemi. Sementara untuk tempat belanja kebutuhan sehari-hari tercatat 24,6 persen. Aktivitas di taman, seperti bersepeda dan lari, juga menjadi gaya hidup baru dengan angka 2,3 persen di atas prapandemi.

Yang masih di bawah prapandemi adalah tempat transit (minus 19,4 persen) dan tempat kerja (minus 13,1 persen). Tampaknya terjadi pergeseran untuk lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi pada relaksasi di akhir pekan. Bekerja juga masih cenderung dilakukan di rumah (WFH).

Awalnya, Omicron hanya berdampak membuat IKK melandai pada Desember 2021. Penyebabnya adalah masyarakat mulai lebih konservatif melakukan pembelian barang-barang tahan lama. Antara November dan Desember 2021 indeks pembelian barang tahan lama turun dari 93 ke 91,9.

Pelajaran yang dapat diambil adalah indikator kesehatan dan ekonomi sudah bergerak seiring (co-movement). Momentum ini menghasilkan pertumbuhan tahunan 5,02 persen di triwulan IV-2021. Ini didukung pertumbuhan tahunan konsumsi 4,81 persen, jauh di atas 1,03 persen pada triwulan sebelumnya.

Pada 4 Februari 2022, kasus positif baru Covid-19 di Indonesia tercatat 32.211, sementara per 5 Januari 2022 kasus positif baru masih 404. Artinya, dalam sebulan terjadi 7.873 persen peningkatan. Dampaknya pada pertumbuhan ekonomi baru akan terlihat pada triwulan I-2022. Ada kemungkinan, pola pertumbuhan akan fluktuatif karena ekspektasi masyarakat berubah-ubah. Data pertumbuhan triwulan IV-2021 memberikan harapan bahwa momentum masih tetap terjaga.

Faktor penting dalam pembentukan ekspektasi masyarakat adalah tingkat keparahan varian Omicron. Beberapa studi, misalnya dari Kaiser Permanente Health System, Universitas California Berkeley, mengonfirmasi studi sebelumnya dari Health Security Agency, Inggris, bahwa Omicron tidak separah (less severe butmore contagious) varian sebelumnya, tetapi lebih menular dan tetap berisiko tinggi bagi yang punya komorbid.

Ungkapan ini berhasil membalikkan ekspektasi di pasar minyak dunia karena bobot positif untuk pemulihan ekonomi dunia lebih besar dari faktor risikonya.

Sebagai pertimbangan kebijakan, ungkapan less severe but more contagious tampaknya mengandung optimisme, tetapi dengan kewaspadaan tinggi. Hal ini membedakan resurjensi kali ini dengan yang lalu, yang dapat memengaruhi pembentukan ekspektasi masyarakat, baik IKK maupun PMI ke arah yang lebih positif. Kebijakan PPKM bersifat fleksibel untuk mengakomodasi ekspektasi yang berubah-ubah.

Adaptasi, baik secara sekuensial-kondisional maupun un-bundling parsial, untuk level ataupun elemennya (seperti pembatasan kapasitas, porsi WFH, lama waktu makan di tempat, pertemuan tatap muka, dan lain-lain) dapat dilakukan demi mempertahankan momentum pertumbuhan.

 

Sumber: Harian Kompas. Edisi: Selasa, 8 Februari 2022. Rubrik Analisis Ekonomi – Umum. Halaman 1 bersambung ke Halaman 15.