Fintech Academy FEB UI, PPATK, OVO, dan Bareksa: Tren Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme pada Fintech
Rifdah Khalisha – Humas FEB UI
DEPOK – (27/10/2022) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), OVO, dan Bareksa mengadakan kuliah umum bertajuk Fintech Academy dengan topik “Tren Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme pada Fintech” pada Kamis (27/10). Acara berlangsung secara offline, di Ruang Auditorium Soeriaatmadja, Gedung Dekanat, Kampus FEB UI Depok.
Peningkatan penggunaan layanan keuangan digital (financial technology atau fintech)—seperti sistem pembayaran, perdagangan aset kripto, hingga pinjaman secara online—sangat rentan dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab. Beriringan dengan maraknya kasus pencucian uang di Indonesia. Oleh karena itu, kita perlu mengenali peran PPATK dan tipologi terkini pencucian uang dan pendanaan terorisme di layanan tersebut.
Dalam sambutannya, Dekan FEB UI Teguh Dartanto, Ph.D. menyatakan bahwa pola tren pencucian uang dan pendanaan terorisme sudah berubah mengingat perbankan lebih ketat dan mudah pelacakannya. Maka, para pelaku kejahatan tersebut mulai beralih ke layanan keuangan digital.
FEB UI menjalin kedekatan dengan industri terkait agar mahasiswa tidak hanya mempelajari secara teori, tetapi memahami pula praktik literasi keuangan sehingga berdaya saing di tengah industri fintech dan inklusi keuangan nasional. “Kami ingin mendorong sektor keuangan yang sehat dan bersih dari tindakan yang merugikan bangsa dan negara.”
Menurut Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, generasi muda, tak terkecuali sivitas akademika FEB UI, perlu memahami dampak pencucian uang bagi stabilitas sistem keuangan dan perekonomian di Indonesia.
“Pemahaman akan pencucian uang akan membantu generasi muda dalam mengimbangi kemajuan teknologi yang sering dimanfaatkan oleh pelaku pencucian uang,” ungkap Ivan.
Terlebih, saat ini pola pencucian uang sudah semakin cerdas, misalnya dengan memecah uang ke satuan lebih kecil, menyimpan uang ke instrumen penyimpanan yang berbeda, menyelundupkan uang hasil tindak pidana ke negara lain, meminta beberapa pihak lain dalam bertransaksi, hingga menempatkan uang secara elektronik.
Oleh karena itu, PPATK mulai melebarkan sayapnya untuk memantau layanan keuangan digital. “Kami perlu lebih jeli saat melacak transaksi mencurigakan dengan mencari tahu profil keuangan pengguna. Maka, sebaiknya setiap pengguna layanan keuangan secara berkala memperbaharui profil tersebut,” tandas Ivan.
Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang merupakan kejahatan proxy dari 26 tindak pidana asal—termasuk korupsi, narkotika, dan illegal logging—akan mendorong kesejahteraan masyarakat dan bangsa Indonesia, mengurangi ekonomi bayangan, dan menjaga kelestarian alam Indonesia untuk generasi selanjutnya.
Tak hanya FEB UI, mahasiswa fakultas lain di Universitas Indonesia pun turut hadir, antara lain mahasiswa FH UI. Selain itu, hadir pula Danang Tri Hartono (Plt. Deputi Analisis dan Pemeriksaan), Albert Huppy Wounde (Kepala Biro SDM & Ortala), dan Karaniya Dharmasaputra (President OVO dan Co-Founder/CEO Bareksa). (mh)