Bagus Adhi Luthfi: Apa yang Diharapkan dari Perusahaan di Masa Krisis?
Selama krisis, banyak orang mengharapkan reaksi yang tepat dari perusahaan untuk membantu mencegah kemungkinan terburuk wabah Covid-19. Dalam periode globalisasi, perusahaan hidup di tengah-tengah kepentingan pemangku kepentingan, tidak hanya pemegang saham atau pemilik. Keberlanjutan bisnis mereka sangat tergantung pada penerimaan pemangku kepentingan atas tindakan yang mereka ambil.
Dalam masa-masa sulit seperti hari ini, perusahaan diharapkan dapat membantu masyarakat. Mereka dituntut untuk tidak bertindak egois dan pada saat yang sama didorong untuk menunjukkan komitmen moralnya. Dengan kata lain, mereka dipandang sebagai warga negara yang memiliki tanggung jawab lebih dari sekedar kegiatan ekonomi. Dengan demikian, mereka diharapkan tidak hanya peduli dengan masalah kinerja bisnis tetapi juga dapat berbuat lebih banyak dalam melaksanakan tanggung jawab etis dan sosial.
Urgensi Kewarganegaraan Perusahaan
Sayangnya, banyak perusahaan menggunakan momen ini untuk agenda efisiensi. Beberapa dari mereka melakukan pemutusan hubungan kerja, meskipun kinerja keuangan dan bisnis yang sebenarnya baik-baik saja. Beberapa yang lain tidak menunjukkan kepedulian terhadap masyarakat sekitar. Ini tentu saja merupakan langkah mundur. Perusahaan sangat rentan terhadap paparan oleh berbagai pihak yang dapat melampiaskan frustrasi mereka pada platform digital (media sosial-redaktur).
Di saat seperti ini, aliran dari para pemangku kepentingan akan menjadi kunci bagi keberlanjutan bisnis perusahaan di masa depan. Reputasi perusahaan menjadi rentan karena semua pihak mengawasi dan menunggu apa yang akan dilakukan perusahaan. Tindakan mereka akan menjadi dasar pengambilan keputusan oleh pemangku kepentingan, apakah di masa depan mereka masih perlu mendukung perusahaan atau tidak.
Dalam susunan kewarganegaraan perusahaan, perusahaan tidak dapat bertindak atas namanya sendiri. Paling tidak, mereka ingin mendengar apa yang diharapkan oleh karyawan, pelanggan, masyarakat sekitar, atau pemerintah daerah terkait dengan kontribusi yang dapat dilakukan. Dengan cara ini, perusahaan dapat membuat program CSR, misalnya, untuk mengatasi masalah tersebut. Sayangnya, itu bukan sesuatu yang istimewa di masa krisis karena pada waktu normal itu adalah sesuatu yang umum. Orang juga dapat menduga bahwa perusahaan bisa dengan mudah merealokasi dana CSR mereka untuk kebutuhan lain.
Perusahaan harus bergerak dalam kontinum yang lebih luas daripada hanya mengelola kepentingan para pemangku kepentingannya. Perusahaan harus proaktif untuk menjadi juara atau mengubah permainan dengan memobilisasi upaya bersama berbagai pihak. Dalam hal ini, perusahaan tidak hanya peduli dengan reputasi mereka sehingga di masa depan dapat digunakan untuk meningkatkan nilai mereknya. Tetapi yang harus diperhatikan adalah harus mampu bekerja sama dengan banyak organisasi lain untuk mengedepankan kepentingan sosial di atas kepentingan bisnis. (hjtp)
Source: Bagus Adhi Luthfi (medium.com)