Muhamad Chatib Basri: “Dampak Covid-19 Bagi Perekonomian Indonesia” dalam Webinar Lembaga Psikologi Terapan UI
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
DEPOK – Lembaga Psikologi Terapan (LPT) Universitas Indonesia, menggagas diskusi berbasis webinar yang berjudul “Dampak Covid-19 dari Aspek Ekonomi, Psikologi, dan bagi Perusahaan” yang berlangsung pada Selasa (5/5/2020).
Narasumber pada diskusi ini ialah Dr. Muhamad Chatib Basri, S.E., M.Ec., selaku Pengajar di FEB UI, Dra. Corina D.S. Riantoputra, M.Com., Ph.D., selaku Pengajar di Fakultas Psikologi UI, Aryo Widiwardhono selaku CEO The Body Shop Indonesia, dengan moderator Dr. R.W. Matindas, selaku Pengajar di Fakultas Psikologi UI.
Muhamad Chatib Basri sebagai narasumber mengatakan, krisis di Indonesia yang terjadi pada masa pandemi Covid-19 berbeda dengan 1998 dan 2008. Pada waktu sebelum pandemi terjadi, pertumbuhan ekonomi dunia termasuk Indonesia di awal tahun 2020 lebih baik dibandingkan tahun lalu. Namun, saat China mengumumkan adanya wabah Covid-19 di kota Wuhan, maka seluruh perekonomian dunia termasuk pasar keuangan mengalami collapbse.
Langkah awal untuk menyelesaikan persoalan ini yang jelas harus diatasi terlebih dahulu, adalah dengan membangun infrastruktur di dalam rumah sakit, termasuk alat perlindung diri (APD), dokter, perawat, tenaga kesehatan.
“Pada awalnya, wabah ini merambah di Wuhan, China, ketika orang sakit maka perekonomian tidak berjalan. Logikanya, China merupakan sebuah negara yang menjadi supplier komponen global sebesar 20%. Apabila China tidak bisa berproduksi maka global production juga terkena imbasnya atau ada persoalan yang disebut supply shock,” ujar Muhamad Chatib Basri.
Misalnya, Indonesia tidak bisa membuat barang karena kompenannya berasal dari China. Pada saat yang sama, China juga sebagai pusat produksi di Asia meminta bahan baku dan bahan pembantu dari berbagai negara di Asia. China membutuhkan impor kelapa sawit, batubara dari Indonesia. Apabila China mengalami wabah, otomatis tidak ada lagi permintaan barang tersebut ke Indonesia. Hal ini membuat harga kedua barang tersebut mengalami penurunan, karena tidak adanya ekspor ke China akibat penurunan permintaan.
Saat ini, rasio nilai ekspor terhadap GDP Indonesia hanya 32%. Jadi, satu-satunya yang bisa mendorong perekonomian kita adalah domestik. Apabila domestik kita kena maka perekonomian juga akan kena. Berdasarkan data saat ini, perekonomian kita hanya tumbuh 2,97% di kuartal I dan apabila Covid-19 ini bisa selesai bulan Juni, maka recovery perekonomian bisa berbentuk V.
Situasi global sekarang ini menjadi lebih buruk lagi karena berbagai negara di dunia harus melakukan social distancing atau lockdown atau PSBB demi memutus mata rantai Covid-19. Esensi dari aktivitas ekonomi ialah pasar yang bisa menukarkan transaksi barang dan jasa, baik secara fisik maupun virtual/online. “Implikasinya, semua aktivitas yang membutuhkan pasar dengan mempertemukan orang secara fisik, akan terdampak seperti industri pariwisata, perhotelan, manufaktur dan sebagainya yang tidak bisa dilakukan secara virtual/online,” ungkapnya.
Selain itu, masyarakat disuruh di rumah saja atau social distancing yang bisa menyebabkan masyarakat tidak bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Agar tetap bisa memenuhi kebutuhan, masyarakat perlu diberikan bantuan sosial bukan karena mereka miskin, tetapi karena mereka tidak lagi mempunyai penghasilan atau tidak bekerja. Skala dari perlindungan sosial harus lebih masif dibandingkan dengan perlindungan kepada kelompok miskin. Opsi kebijakan yang bisa diterapkan oleh pemerintah adalah dengan memberikan bantuan kepada masyarakat dalam bentuk social protection seperti dana bantuan langsung tunai (BLT), cash transfer, conditional cash transfer, dan cash for training.
Di sisi lain, pemerintah sedang mengeluarkan program kartu Prakerja, yang bisa dimanfaatkan lebih jauh oleh masyarakat yang dirumahkan atau kena PHK atau menganggur. Bagi sebagian orang ada yang tidak suka dengan pelatihan kerja yang dilaksanakan secara online, karena mereka berpikiran tidak ada gunanya. Hal tersebut menunjukkan perlunya mekanisme seleksi, siapa yang pantas atau tidak pantas menerima dan bisa digunakan sebagai basis tolak ukur, apakah mereka berhak atau tidak untuk diberikan dana BLT.
Hal lainnya juga, pemerintah bisa memberikan keringanan bagi perusahaan yang tidak bisa membayar pajak, cicilan atau kredit, gaji karyawan, dan sebagainya, menurut Chatib.
“Karena itu, krisis yang terjadi di masa pandemi Covid-19 ini terjadi secara global, apabila kita bisa melakukan kerjasama secara Internasional, maka kita bisa saling bahu-membahu dalam menyelesaikan wabah ini dan membangun kembali perekonomian global,” tutupnya. (hjtp)