DISTP UI Webinar #5: Ekonom FEB UI Paparkan Kebijakan Ekonomi di Tengah Covid-19 untuk Selamatkan Nyawa dan Meminimalisasi Resesi

0

DISTP UI Webinar #5: Ekonom FEB UI Paparkan Kebijakan Ekonomi di Tengah Covid-19 untuk Selamatkan Nyawa dan Meminimalisasi Resesi

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK ā€“ Direktorat Inovasi dan Science Techno Park (DISTP) Universitas Indonesia menggagas diskusi berbasis webinar menggunakan Microsoft Teams yang berjudul ā€œSumbangsih Pemikiran Untuk Indonesia (UI): Tinjauan Ekonomi dan Pajak Dalam Penanganan Pandemi Covid-19ā€ yang berlangsung pada Senin (4/5/2020).

Narasumber pada diskusi ini ialah Teguh Dartanto, Ph.D., selaku Wakil Dekan I Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan FEB UI dan Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si., selaku Wakil Dekan I Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan FIA UI, dengan moderator Ahmad Gamal, Ph.D., selaku Direktur Inovasi dan Science Techno Park UI.

Profesor Ari Kuncoro, Rektor Universitas Indonesia memberikan keynote speech untuk membuka jalannya diskusi ini. Pada pembukaan, Ari Kuncoro, mengatakan, dalam rangka upaya bersama menghadapi pandemi Covid-19, UI bersama dengan tim Ahli merumuskan dokumen yang menguraikan dasar rasional pemilihan sebuah alternatif kebijakan khusus atau rangkaian tindakan dalam sebuah kebijakan saat ini atau dikenal dengan policy brief. Adapun Bidang policy brief yang telah dirumuskan, yaitu Bidang Kesehatan, Sosial-Budaya, Ekonomi, Pajak, Kelembagaan, dan Regulasi.

Melalui kegiatan webinar ini, UI menyampaikan kepada masyarakat 6 usulan policy brief. Diharapkan, Sumbangsih Pemikiran Untuk Indonesia (UI) ini dapat mengatasi masalah yang dihadapi oleh negeri ini. Lima poin penting dalam penyampaian policy brief menurut Ari adalah jangan terlalu normatif yang tidak memberikan solusi, terjadinya percakapan antara kawan, mengerti kendala yang dihadapi pembuat kebijakan, model statistik (ceteris paribus) harus didampingi dengan perilaku sekarang berdasarkan real time data, atau paling tidak headlines watching.

Teguh Dartanto, sebagai narasumber dari FEB UI, menyampaikan tentang ā€˜Kebijakan Ekonomi di Tengah Pandemi Covid-19: Selamatkan Nyawa, Minimalisasi Resesiā€™. Ekonomi Indonesia di tengah pandemi Covid-19 masih dikatakan positif dan cukup resilien. Hal ini bisa dibuktikan berdasarkan pelajaran dari pengalaman krisis pada 1998 dan 2008.

Saat ini, untuk memutus mata rantai Covid-19, pemerintah menerapkan PSBB di berbagai daerah yang dirasa masih memberikan ruang terhadap aktivitas ekonomi minimum, dengan harapan bahwa proses pemulihan setelah pandemi Covid-19 mengikuti pola huruf V.

ā€œKonsep kebijakan ekonomi sekarang ini dibagi dalam 4 bagian emergency response, yaitu Covid-19 disaster relief (penyelamatan nyawa manusia dan perlindungan tenaga medis), socioeconomic disaster relief (perluasan perlindungan sosial kelompok miskin dan rentan, dan perlindungan kepada kelompok kelas menengah bawah/korban PHK), kebijakan jangka menengah: minimisasi resesi (fokus pada sektor-sektor terdampak, perlindungan UMKM, relaksasi dunia perbankan dan sektor fiskal), serta kebijakan jangka panjang pada resiliensi ekonomi (kemandirian ekonomi, perubahan sistem rantai pasok, perlindungan sosial menyeluruh/sepanjang hayat),ā€ ucap Teguh Dartanto.

Saat ini, pemerintah menghadapi 3 tantangan, yaitu sektor kesehatan yang lemah, kapasitas fiskal terbatas, dan masih rendahnya disiplin masyarakat, maka, perlu adanya kolaborasi Pentahelix antara pemerintah dengan swasta, media, akademisi, dan masyarakat.

ā€œPemerintah perlu membuat kebijakan jangka pendek berorientasi pada disaster relief process, dengan titik tekan pada penyelamatan nyawa manusia dan stimulus sektor kesehatan. Selanjutnya, perluasan bantuan kesejahteraan (tunai/non-tunai) bagi rakyat yang terdampak sebagai akibat pandemi, khususnya kelompok miskin, penyediaan kebijakan asuransi sosial, dan kelompok kelas menengah yang vulnerable perlu mendapat perhatian, dan kelompok paling rentan karena akan mulai terdampak jika pandemi terjadi semakin panjang,” paparnya.

ā€œPerluasan penerima bansos dalam masyarakat bisa melalui integrasi data beserta on demand system dengan meninjau Data BDT, Dukcapil berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK), BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) dan BPJS Kesehatan (BPJS K), dan data online platform,ā€ tambahnya.

Selain itu, kondisi ekonomi jangka pendek-menengah berdampak pada dirumahkannya karyawan dan atau PHK pekerja, baik sektor formal maupun informal. Sektor perbankan juga akan menghadapi masalah likuiditas dan kredit macet. Perlu perhatian khusus kepada industri yang memiliki kesulitan untuk membayar kredit/cicilan. Ketergantungan Indonesia yang sangat tinggi terhadap barang impor dari China tentu juga akan berpengaruh terhadap proses produksi dalam negeri dan memberikan disrupsi terhadap supply chain dalam negeri.

Sementara itu, kebijakan jangka menengah dengan mempertahankan perusahaan untuk hanya berhenti beroperasi namun tetap hidup, dihadapi keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah. Maka perlu dilakukan seleksi terhadap perusahaan yang akan memperoleh stimulus. Sustainability sektor pangan serta makanan dan minuman jadi, kebijakan dari sisi penawaran yang telah diambil, maka fokus kepada pemulihan agregate demand, pemulihan pada suku bunga dan inflasi rendah, penguatan industri alat kesehatan dalam negeri, dan fleksibilitas atas batas defisit sangat perlu dipertimbangkan.

Di sisi lain, kebijakan fiskal di tengah keterbatasan melalui perluasan batas atas defisit APBN (melalui Perpu) sampai dengan 5%, realokasi anggaran seperti perjalanan dinas dan pertemuan, realokasi anggaran infrastruktur untuk stimulus fiskal, Bank Sentral membeli surat utang pemerintah, dan terakhir adanya filantropi dan kerjasama Internasional.

“Dengan demikian, penanganan Covid-19 di Indonesia diibaratkan sebuah marathon dengan sprint pada 1-5 kilometer pertama. Penyelamatan nyawa sebanyak-banyaknya pada jangka pendek dengan paradigma disaster relief. Bauran kebijakan distribusi diperlukan untuk mempercepat proses dan kualitas disbursement. Menjaga kesinambungan sektor logistik dan mendorong kemandirian industri alat kesehatan menjadi kunci,ā€ tutupnya. (hjtp)