Webinar Series LPEM FEB UI, IBEF, Nudge Plus, Behavioural Economics and Laboratory Experiment: Pandemic and Health
Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI
DEPOK – (29/1/2021) Rizka Maulida, M.H.Sc., Staf Pengajar pada Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menjadi narasumber dalam Webinar Series Behavioural Economics and Laboratory Experiment, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI, Indonesia Behavioral Economics Forum (IBEF) dan Nudge Plus, pada Jumat (29/1/2021). Webinar seri ketiga yang membahas “Pandemic and Health” dibuka oleh Yudistira Permana perwakilan dari IBEF.
Rizka Maulida memaparkan, bahwa perilaku hidup sehat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh individu mulai dari menjaga pola makan, olahraga, dan menghindari merokok, yang bertujuan untuk memelihara kesehatan, mencegah gangguan, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Di masa pandemi Covid-19, kita harus menerapkan perilaku disiplin protokol kesehatan dengan cara 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak dan menghindari kerumunan) sebagai upaya mencegah sekaligus memutus rantai penularan Covid-19.
Membiasakan dan mewajibkan diri untuk mematuhi protokol kesehatan menjadi salah satu kunci agar virus Covid-19 dapat ditekan penyebarannya. Namun, dibutuhkan perilaku disiplin dari diri sendiri, juga sangat perlu dilakukan secara kolektif dengan penuh kesadaran. Selain penerapan protokol kesehatan 3M, peneliti sebut mematikan AC dan membuka jendela serta pintu secara berkala untuk mendapatkan sirkulasi udara yang baik, mampu mengurangi risiko tertular Covid-19. Sinar ultra-violet dan panas dari matahari bisa membunuh virus.
Di sisi lain, di seluruh negara termasuk Indonesia, vaksinasi massal mulai dilakukan untuk segera mengakhiri pandemi ini. Namun, sebagian masyarakat masih meragukan efektivitas vaksinasi. “Berdasarkan hasil riset yang saya teliti, menunjukkan bahwa 30% tidak yakin keamanannya, 22% tidak yakin efektif, 12% takut efek samping demam atau sakit, 13% tidak percaya vaksin, 8% keyakinan agama, dan 15% lainnya,” ungkap Rizka.
Sambung Rizka, sekitar 74% responden telah mengetahui tentang potensi vaksin Covid-19 yang sedang dikembangkan (kini telah diterapkan sebagian -red), walaupun informasi yang didapat bervariasi berdasarkan wilayah dan status ekonomi, misalnya orang tergolong miskin paling sedikit mendapat informasi mengenai vaksin sementara kelas atas sebaliknya. Sekitar dua pertiga responden kemungkinan besar bersedia divaksin, namun ada juga yang masih ragu dan mempertanyakan tentang vaksin tersebut. Penerimaan bervariasi antar wilayah (terendah di Aceh dan tertinggi di Papua Barat), penerimaan tertinggi berasal dari kelas menengah dan paling rendah dari golongan miskin, responden Muslim penerimaannya lebih rendah dari agama lain, orang tanpa asuransi kesehatan tingkat penerimaannya paling rendah, dan adanya kekhawatiran cukup besar terkait keamanan dan efektifitas vaksin.
“Meyakinkan masyarakat akan keamanan dan efektivitas vaksin bisa dengan berbagai cara sosialisasi, seperti yang telah dilakukan dengan pemberian vaksinasi pertama kepada Presiden RI Joko Widodo, para pemimpin, figur publik, dan tokoh lainnya menjadi contoh atau role model bagi masyarakat, karena bisa meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap vaksin. Tentunya, setelah divaksin, kita harus tetap menerapkan protokol kesehatan,” demikian Rizka menutup sesinya. (hjtp)