Kuliah Tamu Pasar dan Lembaga Keuangan Bersama Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia: The Global Frustration

Kuliah Tamu Pasar dan Lembaga Keuangan Bersama Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia: The Global Frustration

 

Rifdah – Komunikasi FEB UI

Depok, 28 November 2025 — Program Studi S-1 Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menyelenggarakan Kuliah Tamu Pasar dan Lembaga Keuangan bersama Imam Teguh Saptono selaku Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia. Kuliah bertajuk “The Global Frustration” ini berlangsung di Aula Student Center, Kampus FEB UI Depok, pada Jumat (28/11).

Dimoderatori oleh Dosen FEB UI Rahmat Aryo Baskoro, Imam mengawali dengan gambaran krisis struktural ekonomi global. Ia memaparkan bahwa total utang dunia telah mencapai USD 307 triliun, atau setara tiga kali lipat PDB dunia. 

Kondisi ini, ditambah dengan lebih dari 60 negara yang berada di ambang krisis utang, menunjukkan bahwa sistem ekonomi yang berjalan saat ini secara matematis tidak mungkin lagi menyelesaikan permasalahan fundamentalnya. Selain itu, empat miliar masyarakat dunia belum memiliki akses keuangan yang layak, menandakan masih rendahnya inklusi meskipun ekonomi global semakin modern.

Ia juga menyoroti meningkatnya ketimpangan dunia yang kian mengkhawatirkan. Mengacu pada laporan Oxfam (2024), satu persen populasi terkaya menguasai 50 persen kekayaan dunia. Sementara sebagian besar penduduk dunia hanya memiliki porsi yang sangat kecil. Fenomena hyper extraction dalam kapitalisme modern, menurutnya, adalah sumber frustasi global yang mendorong pencarian alternatif sistem ekonomi yang lebih berkeadilan.

Kemudian, ia menampilkan berbagai fenomena global seperti anomali kemakmuran, hubungan materi dan kebahagiaan, kekhawatiran akan kemiskinan, hingga perubahan struktur demografi dan maraknya ghost city di China. 

Lebih lanjut, ia menjelaskan, “Kebutuhan untuk menggabungkan pengetahuan dengan kebijaksanaan dalam memahami realitas ekonomi yang semakin disruptif. Pengetahuan selalu bersandar pada masa lalu, sedangkan kehidupan bergerak ke depan sehingga diperlukan wisdom yang bersifat transendental untuk membaca arah perubahan.”

Dalam perspektif tersebut, Imam menyampaikan perbedaan paradigma antara sistem ekonomi konvensional dan nilai-nilai ekonomi Islam. Ia memaparkan larangan riba, konsep keadilan, nilai kemaslahatan sosial, serta tujuan diterapkannya syariah melalui kerangka Maqashid Al-Syariah yang mencakup tauhid, keadilan, dan kemanfaatan. Tak terkecuali, perbandingan komprehensif antara bank syariah dan bank konvensional, mulai dari landasan operasional, akad, distribusi risiko, hingga orientasi jangka panjang.

Imam pun menguraikan posisi keuangan syariah Indonesia di tingkat global menggunakan Islamic Finance Development Report 2025 sekaligus tren perkembangan keuangan syariah nasional. 

“Pasar keuangan Indonesia masih dangkal dan sangat bergantung pada sektor perbankan, ditambah dengan rendahnya jumlah investor domestik serta minimnya instrumen jangka panjang dan pasar sekunder yang likuid,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, ia memaparkan tantangan utama keuangan syariah Indonesia, yakni keterbatasan kesepadanan produk syariah dengan konvensional, keterbatasan akses terhadap lembaga keuangan syariah, dan minimnya inovasi produk yang sesuai kebutuhan konsumen modern. Ia menegaskan pentingnya pengembangan produk syariah yang relevan, digital, dan memiliki value proposition yang kuat bagi generasi muda.

Imam juga menyinggung program kerja keuangan syariah dalam agenda nasional dan peran bullion bank sebagai shock absorber dalam kondisi ketidakpastian ekonomi. Emas dianggap sebagai instrumen yang potensial menjaga stabilitas nilai, menyediakan likuiditas, dan memperkuat basis zakat serta instrumen sosial lainnya.

Menutup perkuliahan, Imam menekankan kembali pesan Al-Qur’an mengenai pentingnya meninggalkan riba dan memperbanyak sedekah, sebagai bagian dari fondasi sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.

Kuliah tamu ini diharapkan dapat memperkuat pemahaman mahasiswa mengenai dinamika sistem keuangan global sekaligus membuka wawasan mereka terhadap prinsip keadilan dan keberlanjutan dalam ekonomi Islam. Selain itu, mampu melihat tantangan ekonomi modern dengan perspektif yang lebih kritis untuk berkontribusi pada praktik keuangan yang lebih inklusif dan beretika di masa depan.