Breakfast Forum ILUNI FEB UI, “Strategi Pemerintah dan Dunia Usaha di Fase New Normal”

0

Breakfast Forum ILUNI FEB UI, “Strategi Pemerintah dan Dunia Usaha di Fase New Normal”

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – (10/7/2020) Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (ILUNI FEB UI), untuk pertama kalinya mengadakan Breakfast Forum secara virtual, bertajuk “Strategi Pemerintah dan Dunia Usaha di Fase New Normal” pada Jumat (10/7/2020).

Breakfast Forum ini menghadirkan 4 pembicara, yaitu Yongky Susilo, Consultant to The Nielsen Indonesia, membahas ‘Indonesia Consumer Behavior – Covid19’. Adam Gifari, Wakil Direktur Utama PT Sarana Menara Nusantara, Tbk, membahas ‘Kebangkitan UMKM Pasca Covid-19’. Richie Ardi Putra, Director of Development Sari Ater Group, membahas ‘How Suffer Tourism During Pandemic’. Budi Nur Mukmin, Head of Grab for Good dengan moderator Andry Asmoro, Chief Economist Bank Mandiri. Acara ini dihadiri oleh 380 Alumni FEB UI yang antusias sampai acara selesai.

Destry Damayanti, Ketua Umum ILUNI FEB UI memberikan sambutan pembuka, mengatakan kasus Covid-19 masih mengalami peningkatan secara global. Selaras dengan penambahan kasus Covid-19 yang masih tinggi di Indonesia setiap harinya. Hal ini membuat perekonomian Nasional mengalami perlambatan atau gangguan. Maka, memasuki fase new normal ini, kita harus bangkit dengan kebiasaan baru, seperti agile terhadap peluang baru, adaptive sesuai protokol Covid-19, dan innovative. Tren digitalisasi menjadi kunci yang menekankan pada mobilitas, kecepatan, fleksibilitas serta keamanan. Selain itu, extraordinary policy dibutuhkan untuk pemulihan ekonomi, yakni fiskal, moneter, makroprudensial, mikroprudensial, dan sistem pembayaran.

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, diwakilkan oleh Suahasil Nazara, menyampaikan keynote speech, bahwa pemerintah telah mengeluarkan kebijakan fiskal untuk biaya penanganan Covid-19, antara lain realokasi anggaran (penghematan anggaran sebesar Rp190 triliun, belanja Rp55 triliun, prioritas anggaran didistribusikan melalui Pemda dan K/L), stimulus I sebesar Rp8,5 triliun untuk memperkuat ekonomi domestik melalui belanja pemerintah, stimulus II Rp22,5 triliun untuk menjaga daya beli masyarakat dan memberi kemudahan ekspor/impor), stimulus III sebesar Rp405,1 triliun (untuk dukungan kesehatan, pemberian bantuan tunai bagi masyarakat kurang mampu, dukungan bagi perusahaan tedampak) naik menjadi Rp695,2 triliun (dipergunakan untuk tambahan kesehatan Rp87,55 triliun dan Pemulihan Ekonomi Nasional Rp607,65 triliun).

Sementara, kebijakan moneter dicanangkan untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia, menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) baik untuk rupiah maupun mata uang asing, memperpanjang tenor surat berharga negara, menyediakan uang higienis. Kebijakan keuangan juga dicanangkan untuk memberi kelonggaran persyaratan kredit atau pembiayaan atau pendanaan bagi UMKM dan memberikan keringanan pembayaran kredit bagi UMKM.

“Memasuki fase new normal, pemerintah menerapkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang bertujuan melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. Biaya PEN yang dianggarkan berjumlah Rp607,65 triliun, yang dialokasi untuk sisi permintaan sebesar Rp205,20 triliun dan sisi penawaran Rp402,45 triliun,” ujar Suahasil.

Lanjut Suahasil, PEN juga digunakan untuk tujuan penjaminan kredit modal kerja dalam menurunkan risiko kredit bagi pelaku UMKM, mendorong penyaluran kredit modal kerja dari perbankan ke UMKM, sehingga, melindungi atau mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan keuangan dalam menjalankan usahanya. Dalam hal ini, pemerintah memberikan dukungan berupa pembayaran imbal jasa penjaminan (IJP), loss limit kepada Badan Usaha Penjaminan (BUP), penyertaan modal negara (PMN) kepada BUP, dan dukungan risk sharing lainnya.

Mitigasi risiko dan penguatan tata kelola pelaksanaan program PEN dilakukan melalui penetapan dasar hukum perubahan APBN dan program PEN, konsultasi dengan DPR RI, kerjasama dengan aparat penegak hukum, dan pembentukan program kerja monitoring.

“Pada dasarnya, beban penanganan efek domino Covid-19 dibagi dengan memperhatikan 5 prinsip, pertama, menjaga fiscal space dan fiscal sustainability dalam jangka menengah. Kedua, menurunkan defisit APBN secara bertahap di bawah 3% mulai tahun 2023. Ketiga, menjaga stabilitas nilai tukar, tingkat bunga, dan inflasi tetap terkendali. Ke empat, memperhatikan kredibilitas dan integritas pengelolaan ekonomi, fiskal, dan moneter. Kelima, mendorong pertumbuhan ekonomi yang sustainable,” demikian Suahasil menutup sesinya. (hjtp)