Kuliah Umum LPEM: Industrial policies to escape the middle-income trap: a new structural economics approach for Indonesia by Professor Justin Yifu Lin (Peking University)
Hana Fajria – Humas FEB UI
Jakarta – (13-11-2020) Lembaga Penelitian Ekonomi (LPEM) FEB UI bekerjasama dengan ANU (Australian National University) Indonesia Project menyelenggarakan Kuliah Umum bertajuk “Industrial policies to escape the middle-income trap: a new structural economics approach for Indonesia”. Acara ini sebagai seri tahunan Sadli Lecture menghormati almarhum Prof. Mohammad Sadli, salah satu arsitek ekonomi Orde Baru dan bekerjasama dengan FEB UGM untuk mengadakan Mubyarto Public Policy Forum, acara tahunan untuk menghormati almarhum Prof. Mubyarto dari UGM yang merupakan pakar ekonomi pertanian dan perdesaan.
Acara ini menghadirkan beberapa pembicara di antaranya Prof. Justin Yifu Lin dari Peking University, Dr. Kiki Verico, Dosen serta Wakil Kepala LPEM FEB UI dan Dr. Muhammad Edhie Purnawan dari Universitas Gadjah Mada.
Menurut Prof. Justin Yifu Lin, Indonesia sudah terperangkap dalam tingkat pendapatan menengah (middle income) sejak tahun 1960an. GDP per kapita Indonesia pada awal 1960 lebih mirip kelompok menengah bawah, namun secara perlahan meningkat hingga pada tahun 1990an mencapai 80% hingga 100% dari GDP per kapita rata-rata negara-negara berpendapatan menengah. Bahkan pada 1997-1998 (sebelum Krisis Keuangan Asia) GDP per kapita Indonesia sedikit lebih tinggi (di atas 100%) dari rata-rata negara kelas menengah. Namun sejak itu Indonesia seperti terperangkap di tingkat menengah bawah hingga saat ini.
Beberapa negara yang pada awal 1960an situasinya mirip dengan Indonesia seperti China, Korea, Malaysia, dan Singapura telah berhasil keluar dari kelompok menengah. Prof. Lin yang merupakan Ahli Ekonomi Utama (Chief Economist) di Bank Dunia pada tahun 2008-2012 menawarkan pendekatan “ekonomi struktural baru”. Diberi predikat ‘baru’ untuk membedakannya dengan pendekatan struktural ‘lama’ yang diterapkan setelah Perang Dunia II yaitu mengembangkan modal dan teknologi untuk meningkatkan produktifitas pekerja. Upaya Alm. Prof. BJ Habibie bisa dikatakan pendekatan struktural lama, yaitu dengan merancang lompatan teknologi lewat industri penerbangan. Upaya lain seperti substitusi impor (mengembangkan industri dalam negeri untuk menggantikan produk impor) merupakan upaya lain. Namun pendekatan ini sarat dengan permasalah korupsi, kolusi, dan distorsi ekonomi yang akhirnya mengakibatkan kebangkrutan negara dan resesi ekonomi.
Pendekatan ekonomi struktural baru (new structural economics), yang dikembangkan oleh Justin Yifu Lin dikatakannya lebih realistis. Prof. Lin mengatakan bahwa tidak ada negara yang berhasil keluar dari status pendapatan menengah tanpa kebijakan industri yang kuat. Salah satu kuncinya adalah metargetkan kebijakan industri pada sektor di mana negara memiliki sumber daya yang melimpah. Dalam kasus Indonesia, dua sumber daya melimpah adalah sumber daya alam dan tenaga manusia.
Dimas Muhamad (Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional/KPC-PEN) mengatakan bahwa banyak pihak di Indonesia ‘trauma’ dengan kebijakan industrialisasi mengingat pengalaman pahit dengan industri kapal terbang nasional dan industri mobil nasional. Namun menurut Justin Lin, kegagalan ini disebabkan karena Indonesia menargetkan sektor industri di mana Indonesia tidak memiliki sumber daya yang cukup, seperti industri penerbangan yang memerlukan sumber daya manusia yang highly skilled yang saat itu tidak dimiliki Indonesia.
Ada enam langkah praktis yang diusulkan oleh Prof. Justin Lin, salah satu penasihat ekonomi utama Presiden Xi Jinping ini. Salah satunya adalah penguatan zona industri atau industrial parks. Langkah lainnya adalah memberikan insentif berupa subsidi, fasilitas pajak dan kredit, serta fasilitas untuk memperoleh mata uang asinbagi perusahaan pionir.
Menurut Dr. Kiki Verico (dari LPEM FEB UI) salah satu masalah dalam program industrialisasi Indonesia adalah rendahnya sumber daya manusia sehingga pemerintah menghadapi dilema, mana dulu yang perlu didahulukan, perbaikan SDM atau pengembangan industri dan investasi? Sementara Dr M. Edhie Purnawan (FEB UGM) mengatakan bahwa masalah stabilitas ekonomi dan stabilitas politik merupakan faktor yang perlu diperhatikan agar kebijakan industrialisasi di Indonesia dapat berhasil.