Peneliti LD FEB UI: Kelompok Marginal Perlu Perhatian Lebih di Masa Pandemi

0

Peneliti LD FEB UI: Kelompok Marginal Perlu Perhatian Lebih di Masa Pandemi

 

DEPOK – (15/11/2020) Masyarakat miskin memang meningkat selama pandemi Covid-19, tetapi pemerintah menyediakan berbagai bantuan yang menyasar seluruh kelompok masyarakat.

Selama pandemi Covid-19, ada tiga kelompok marginal yang digolongkan rentan mengalami ketidaksetaraan. Mereka ialah kelompok masyarakat miskin, perempuan miskin, dan disabilitas.

“Sebelum Covid-19 pun kelompok-kelompok itu sudah mengalami ketimpangan akses pelayanan publik, kesempatan ekonomi, maupun ketimpangan sosial,” kata Peneliti Lembaga Demografi Universitas Indonesia (UI), Diahhadi Setyonaluri, dalam Focus Group Discussion (FGD) Kelompok Marginal dalam Perangkap Pandemi Covid-19, bersama Media Indonesia, kemarin.

Dalam FGD yang mengambil sub-tema Pemberdayaan kelompok marginal selama pandemi: perspektif pemangku kebijakan di Pulau Jawa itu, ia mengatakan, pada perempuan masih ada bias gender di ruang publik, yakni di bidang ekonomi di bidang upah yang masih timpang sehingga banyak perempuan yang memilih sektor informal untuk mencari pendapatan.

“Norma gender tradisional masih menyebabkan pembagian peran di rumah tangga masih jadi tugas ibu saja,” ucapnya.

Selain itu, lanjut Diahhadi, masih ada ancaman kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang banyak menimpa perempuan. Menurutnya, masa Covid-19 menyebabkan triple burden. Setelah ada PSBB, perempuan tetap harus melaksanakan tugas domestik, tapi dia juga harus bekerja formal.

“Hasil analisis menggunakan data survei angkatan kerja nasional menunjukkan, banyak perempuan naik transportasi publik jika dibandingkan dengan laki-laki. Pekerja perempuan juga rentan karena 72% bekerja di hospitality tanpa kontrak,” tambahnya.

Kelompok disabilitas

Lebih lanjut, Diahhadi mengatakan, ada ketidaksetaraan akses pelayanan kesehatan bagi disabilitas karena berbagai hal. “Di antaranya karena infrastruktur. Mereka bergantung pada keluarga lain yang bisa saja terkena dampak Covid-19. Itu pastinya mengganggu kesejahteraan disabilitas,” ucapnya.

Selain itu, disabilitas usia sekolah juga sulit belajar dari rumah, khususnya mereka yang memiliki keterbatasan mental. Pada kesempatan yang sama, Plt Sekretaris Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, Adang Surahim, menuturkan kelompok masyarakat miskin memang meningkat selama pandemi Covid-19. Dari yang sebelumnya 3,38 juta jiwa menjadi 3,92 juta jiwa. Namun, Ia memastikan pemerintah menyediakan berbagai bantuan yang menyasar seluruh kelompok masyarakat.

“Ada sembilan pintu bantuan sosial yang digagas pemerintah, yaitu kartu program keluarga harapan (PKH), program sembako BPNT, bantuan sembako presiden, dana desa, kartu prakerja, bantuan tunai dari Kemensos, bantuan sosial dari Provinsi Jabar, bantuan sosial dari kabupaten/kota, dan gerakan nasi bungkus melalui swadaya masyarakat,” paparnya.

Sekretaris Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah Rina Irawanti menambahkan, pihaknya mengeluarkan anggaran sebesar Rp1,3 triliun untuk program-program bantuan sosial.

“Ada tiga program. Pertama, jaring pengaman sosial yang dilaksanakan dinsos Provinsi Jawa Tengah, selanjutnya Jaring Pengaman Ekonomi yang dilaksanakan seluruh stakeholders terkait, dan Jogo Tonggo yang seluruhnya dilakukan masyarakat kepada masyarakat,” jelas Rina.

“Memang program ini tidak ada yang spesifik diperuntukkan bagi kelompok marginal, tapi sebagai bagian masyarakat, kelompok marginal masuk kegiatan-kegiatan ini. Jadi semua program menyentuh semua kelompok masyarakat yang ada di Jawa Tengah,” tandasnya.

Sumber: Koran Media Indonesia. Edisi: Minggu, 15 November 2020. Rubrik Selekta. Halaman 2.