Ari Kuncoro: Geliat di Bawah Permukaan

0

Ari Kuncoro: Geliat di Bawah Permukaan

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – (1/12/2020) Profesor Ari Kuncoro, Rektor Universitas Indonesia, merilis tulisannya yang dimuat Harian Kompas, rubrik Analisis Ekonomi, berjudul “Geliat di Bawah Permukaan ”. Berikut tulisannya.

“Geliat di Bawah Permukaan ”

Badan Pusat Statistik mengumumkan produk domestik bruto atau PDB triwulan III-2020 tumbuh minus 3,49 persen secara tahunan. Sementara secara triwulanan tumbuh 5,05 persen.

Gambaran ini menunjukkan, kondisi terburuk kemungkinan besar sudah terlampaui. Dari perkembangan triwulanan, beberapa sektor yang sangat terpuruk sebelumnya–walaupun belum sepenuhnya mengompensasi kontraksi– menunjukkan pertumbuhan lebih cepat ala huruf V pada triwulan III. Pola V ini dimotori dua sektor yang pada triwulan II sangat terpuruk, yaitu sektor transportasi dan pergudangan serta sektor akomodasi dan restoran. Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 24,28 persen pada triwulan III dibandingkan dengan minus 29,18 persen pada triwulan II. Adapun sektor akomodasi dan restoran tumbuh 14,79 persen versus minus 22,31 persen pada triwulan sebelumnya. Sektor lain menunjukkan pola serupa meski nilainya lebih kecil.

Pertanyaannya, apakah tren makroekonomi ini dapat dipertahankan pada triwulan IV-2020 untuk mengompensasi kontraksi pada triwulan-triwulan sebelumnya? Hal ini penting karena sekitar 64 persen dari PDB dihasilkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Jika perilaku pada tingkat mikro berlainan satu sama lain, data makro pada tingkat agregat tidak mencerminkan tingkah laku masyarakat yang sebenarnya sehingga sulit digunakan sebagai dasar kebijakan.

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang memiliki prioritas layanan sektor mikro meluncurkan indeks indikator dini yang mengukur akitvitas bisnis pelaku UMKM, yakni BRI Micro dan SME Index (BMSI). Indeks ini konsisten dengan konsep analisis makroekonomi berbasis perilaku mikroekonomi (Zouache, 2008). Sektor mikro merupakan unit produksi rumah tangga/keluarga dengan aktivitas konsumsi dan produksi di bawah satu atap (Wagener dan Zenker, 2020). Bantuan sosial pada rumah tangga/keluarga produksi akan berdampak pada tingkah laku produksi, konsumsi, investasi, dan selera risiko yang secara makro memengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Indeks itu memberikan prediksi sudah terjadi geliat pemulihan ekonomi pada arus bawah, konsisten dengan data PDB yang dipublikasikan BPS. Walaupun masih dalam bentuk ekspektasi, bisnis komponen-komponen yang berorientasi pada persiapan ekspansi produksi, seperti pemesanan dan volume barang input, volume persediaan barang jadi, serta kegiatan investasi, sudah menunjukkan perbaikan signifikan, seperti pola huruf V pada triwulan IV-2020 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Semua indeks itu sudah lebih dari 100, yang berarti masuk zona optimistis. Perbandingan dengan indeks pada triwulan III rata-rata 30 poin, yang berarti sudah terjadi titik balik pada triwulan III-2020.

Relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sangat membantu geliat arus bawah. Hal ini terlihat dari hampir separuh responden (48,9 persen) mengaku mampu membayar cicilan pokok dan bunga tanpa stimulus. Adanya stimulus secara signifikan meningkatkan kemampuan ini menjadi 57,9 persen responden.

Memaksimalkan daya ungkit

Dampak pada daya beli arus bawah sudah terlihat pada pembelian barang-barang tahan lama, khususnya sepeda motor. Penjualan pada Juli mencapai 282.205 unit atau naik 67,9 persen ketimbang bulan sebelumnya dan meningkat lagi 8,5 persen pada Agustus. Pada September terjual 380.713 unit atau terakselerasi 20 persen. Penjualan mobil tipe murah bulanan sempat naik 32,17 persen dan 20 persen pada Agusus dan September walau kemudian hanya naik 1 persen pada Oktober. Kenaikan ini membuat pertumbuhan subsektor alat angkutan jadi yang tertinggi di sektor manufaktur, yaitu 17,48 persen secara triwulanan pada triwulan III. Kondisi ini mendongkrak pertumbuhan triwulanan manufaktur secara keseluruhan 5,25 persen dibandingkan dengan minus 6,49 pada triwulan II.

Data ini didukung Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang diterbitkan Bank Indonesia. Kelompok pengeluaran Rp1 juta-Rp 4 juta punya kecenderungan mengonsumsi yang meningkat sejak Juli. Pada Oktober 2020, kelompok ini membelanjakan 69,4 persen dari pendapatan untuk konsumsi dan ini lebih tinggi daripada kelompok pengeluaran di atasnya.  Perbandingan data makro dan indeks perilaku mikro BMSI memberi gambaran pemulihan cepat ala huruf V dapat terjadi jika kelompok masyarakat menengah-bawah mempunyai tren kecenderungan mengonsumsi yang meningkat.

Manajemen ekspektasi

Di Eropa, kebijakan penanganan pandemi tidak lagi hitam dan putih, tetapi cenderung merupakan spektrum. Masyarakat kelas menengah-bawah lebih membutuhkan interaksi fisik untuk mencari nafkah.

Untuk menghadapi pandemi, Indonesia mempunyai tiga garis pertahanan strategis yang saling melengkapi. Pertama, PSBB sebagai payung regulasi diperlukan untuk menjaga interaksi sisi permintaan dan produksi perekonomian. Sementara pemulihan ekonomi nasional diperlukan sebagai pemantik daya ungkit arus bawah sekaligus penjaga kepercayaan dan kelangsungan arus melingkar pendapatan nasional. Tanpa pemulihan ekonomi nasional, perekonomian akan seperti pesawat yang terbang dengan kecepatan terlalu rendah sehingga kehilangan daya angkat. Terlalu banyak kehilangan momentum akan membuat proses pemulihan lebih lama dan lebih mahal. Ide yang mendobrak berupa kebijakan berorientasi kesehatan, seperti memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak, vaksinasi, serta riset jangka panjang Covid-19 untuk memulihkan ekspektasi masyarakat tanpa kecuali. Pada tahap ini, pemulihan ekonomi nasional dapat memperkuat industri kesehatan dalam negeri dan memaksimalkan daya ungkit. Pengelolaan ekspektasi pada tahap ini sangat penting agar pemulihan ekonomi tidak berubah menjadi pola W. (hjtp)

 

Sumber: Harian Kompas. Edisi: Selasa, 1 Desember 2020. Rubrik Analisis Ekonomi. Halaman 1 bersambung ke Halaman 15.