Diskusi Buku:  Intersecting, Sustainable Ways to Implement Post COVID-19 Recovery

0

Diskusi Buku:  Intersecting, Sustainable Ways to Implement Post COVID-19 Recovery

 

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

DEPOK – (20/5/2021) Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI menyelenggarakan webinar diskusi buku bertajuk “Intersecting: Sustainable Ways to Implement Post COVID-19 Recovery” pada Kamis (20/5). Webinar terbagi menjadi 3 sesi panel, yakni G20 Overall Cooperation and Multilateralism, Creative Economy and Digital Infrastructure, dan Cross-Border Data Management and Regional Value Chain.

Pada acara hadir Teguh Dartanto (Pj. Dekan FEB UI), Prof. Suahasil Nazara (Wakil Menteri Keuangan RI), Dr. Ir. Rizal Affandi Lukman, M.A. (Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI), dan Nicholas Buchoud (Global Solutions Initiative).

Teguh dalam sambutan awal menyampaikan, “Webinar ini akan membahas pandangan dan gagasan tentang kebijakan untuk mengatasi perubahan dan melibatkan permasalahan yang masyarakat hadapi di masa yang penuh tantangan akibat pandemi. Pandemi COVID-19 telah menghambat kemajuan agenda sustainable development goals (SDGs) bidang sosial dan ekonomi.”

Ia menegaskan bahwa Indonesia sebagai emerging country perlu memanfaatkan kerja sama multilateral dan memulihkan ekonomi secara cepat. Menuju Indonesia menjadi tuan rumah atau Presidensi Konferensi Tingkat Tinggi G20 (KTT G20) pada 2022, Indonesia membuka jendela kebijakan untuk mendorong dan memperkuat kerjasama multilateral melalui penciptaan komitmen global yang lebih inklusif, sehingga mampu menopang pembangunan ekonomi jangka panjang dan berkelanjutan.

     

Suahasil mengatakan bahwa game changer penanganan COVID-19 pada 2021 termasuk dasar pemikiran pemerintah dalam menyusun desain kebijakan RAPBN 2022. Game changer akan menjadi fondasi dasar dari program pemulihan, yaitu survival and recovery kit, intervensi kesehatan, dan reformasi struktural.

Pemerintah telah menyampaikan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal RAPBN 2022 kepada parlemen melalui sidang paripurna DPR RI, di antaranya pertumbuhan ekonomi yang berkisar antara 5,2-5,8 persen; inflasi sekitar 3,0-3,1 persen; suku bunga SUN 10 tahun 6,32-7,27 persen; nilai tukar antara Rp 13.900-Rp15.000 per dollar Amerika Serikat (AS); harga minyak antara US$ 55 hingga US$ 65 per barel dengan lifting antara 686-726 ribu barel per hari; dan lifting gas bumi 1.031-1,103 barel per hari ekuivalen minyak.

“Sekarang yang sangat penting bagi perekonomian adalah memastikan kita memiliki keseimbangan. Setelah APBN bekerja sangat keras untuk menjadi penopang pertumbuhan ekonomi, pada titik tertentu kita harus melakukan konsolidasi fiskal. Kita harus melakukan reformasi pendapatan, reformasi belanja, dan reformasi strategi pembiayaan. Ketiganya sekarang menjadi fokus sangat penting bagi kami di Kementerian Keuangan,” jelas Suahasil.

     

Rizal memaparkan data harian terbaru kasus COVID-19 per 16 Mei 2021, “Berdasarkan data tersebut, kasus harian yang terkonfirmasi mengalami tren penurunan dalam beberapa hari terakhir. Namun, perlu mewaspadai potensi peningkatan kasus aktif pasca pelaksanaan libur panjang Idulfitri.”

Ia sepakat dengan pernyataan Suahasil bahwa pemulihan ekonomi akan menguat pada 2021 karena adanya 3 perangkat game changer. Terlebih, peran G20 presidensi Indonesia kian signifikan dalam mendukung pemulihan ekonomi global, menentukan arah perekonomian global, menampilkan keberhasilan reformasi struktural dan keuangan Indonesia, mencari dukungan internasional untuk agenda prioritas pemerintah indonesia, dan menghasilkan pendapatan untuk ekonomi lokal. Indonesia bersama anggota G20 lainnya akan berupaya menjadikan G20 sebagai forum yang lebih adaptif terhadap krisis.

     

Kemudian, Nicholas mengulas buku Intersecting yang terbit setahun setelah adanya pandemi COVID-19, “Lebih dari 100 kontributor dan 60 rekan penulis dari seluruh dunia turut berkontribusi. Buku ini menampilkan gagasan dan pengalaman dari seluruh dunia tentang tindakan masyarakat mengatasi kebijakan lockdown besar-besaran di seluruh dunia dan mengurangi krisis dengan bertukar praktik yang baik. Selain itu, membahas peran pemerintah subnasional untuk skenario pemulihan pasca pandemi di masa depan dan kota sebagai episentrum krisis.”

Memasuki sesi panel, hadir para pembicara yang ahli di bidangnya. Sesi 1 bersama Nella Sri Hendriyetty (Asian Development Bank Institute – ADBI), Yose Rizal Damuri (Kepala Departemen Ekonomi CSIS), dan Kiki Verico (Direktur Riset LPEM FEB UI). Sesi 2 bersama Ricky Joseph Pesik (Presiden Komisaris ITDC), Tita Larasati (Indonesia Creative Cities Network), Mohamad Dian Revindo (Kepala Grup Kajian Iklim Usaha dan Rantai Global, LPEM FEB UI),  Ibrahim Kholilul Rohman (Samudera Indonesia Research Initiative – SIRI, PT Samudera Indonesia), dan Erica Paula Sioson (Sekretariat ASEAN). Sesi 3 bersama Riatu Qibthiyyah (Direktur LPEM FEB UI), Teuku Riefky (Peneliti Makroekonomi LPEM FEB UI), dan Fauziah Zen (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia – ERIA).

Pada paparannya, Kiki berbicara tentang G20 dari sisi multilateralisme dan rantai nilai global. Seperti yang telah diketahui, G20 terdiri dari 19 negara dan 1 organisasi regional. Ia memperlihatkan data milik Dana Moneter Internasional (DMI/IMF) berkenaan dengan keanggotaan G20 dalam hal produk domestik bruto (PDB) dan presentase pertumbuhan PDB riil selama masa resesi.

Revindo memandang momentum pemulihan pasca pandemi justru mendorong potensi ekonomi kreatif dan infrastruktur digital. Selama pandemi, sebagian besar masyarakat mulai memanfaatkan layanan digital dan menghabiskan waktu secara daring. Pada kondisi saat ini, tentu semakin mudah mencapai tujuan transformasi digital, mengurangi disparitas infrastruktur TIK (teknologi informasi dan komunikasi) dan literasi digital, serta meningkatkan akses dan inklusifitas teknologi digital.

Industri transportasi mengenal istilah “ships follow the trade” yang berarti menggerakkan barang dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik sebagai pengimpor maupun pengekspor. Berkurangnya aktivitas perekonomian turut andil dalam penurunan kargo dan pembatasan operasi main line operators (MLO). Di Indonesia, kenaikan tarif kargo mulai terjadi sehingga bisa menyebabkan penurunan potensi ekspor. Maka dari itu, Ibrahim sebagai peneliti di perusahaan transportasi kargo dan logistik berbagi strategi jangka pendek dan jangka panjang untuk menanggapi hal tersebut.

Riatu dalam materinya tentang manajemen data lintas batas mengatakan, “Sebelum adanya pandemi, di Indonesia belum ada peningkatan berarti dalam hal ketersediaan data. Namun, tahun terakhir ini—terlepas dari dampak sosial dan ekonomi COVID-19 yang tinggi—justru pengumpulan dan pengelolaan data, terutama data terkait COVID-19, membaik di seluruh negara.”

Meski demikian, pemerintah masih memiliki kendala dalam memberikan program stimulus selama pandemi. LPEM FEB UI melihat, pemerintah perlu meningkatkan efektivitas pelaksanaan program dengan menyediakan data akurat sesuai kondisi nyata (real time) untuk penargetan dan perencanaan yang lebih baik; memperbaiki sistem dengan peningkatan peran kontributor potensial; serta berinvestasi dalam program monitoring dan evaluasi.

Sejalan dengan Riatu, Teuku menilai ASEAN dapat menggunakan ketersediaan data lintas batas untuk meningkatkan kerja sama dan integrasi antar negara melalui kebijakan tertentu. Misalnya, data berguna membangun kerangka kerja ekonomi dan bisnis yang kuat untuk meningkatkan integrasi dalam rantai pasokan melalui rantai nilai global.

“Dalam upaya memperkuat rantai nilai regional, pengembangan integrasi smart cities lintas wilayah dapat menjembatani limpahan ekonomi. Rantai kota atau provinsi tertentu di seluruh ASEAN yang membangun rantai nilai regional bertujuan memberdayakan setiap bagian rantai nilai dengan saling melengkapi keunggulan. Untuk itu, perlu dilakukan beberapa faktor agar tercipta dan terwujud rantai nilai regional yang saling menguntungkan antar pihak, di antaranya mengoordinasikan intitusi dalam konteks multi-pemerintah; memprioritaskan kota dengan tahap perkembangan yang relatif sama; dan mendukung pengembangan kapasitas, baik teknis maupun keuangan,” jelasnya.

Menutup diskusi, menurut Fauziah, data lintas batas ASEAN mampu memperluas jangkauan, memberikan dukungan yang tepat, mencapai tujuan jangka panjang, hingga mengatasi isu terkini dalam konteks konektivitas perkotaan-pedesaan pasca pandemi. (hjtp)