Departemen Manajemen FEB UI Research Seminar, Understanding Financial Capability: A Participatory Qualitative Study

0

Departemen Manajemen FEB UI Research Seminar

Understanding Financial Capability: A Participatory Qualitative Study

 

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

DEPOK – (10/6/2021) Research Cluster Organizational Transformation, People, and Society, Departemen Manajemen FEB UI, menggelar Research Seminar dengan topik “Understanding Financial Capability: A Participatory Qualitative Study” pada Kamis (10/6). Menghadirkan Arief Wibisono Lubis, Ph.D. (Koordinator Akreditasi AACSB) sebagai pemateri.

     

Arief membagikan penelitiannya berjudul “Conceptualizing Financial Capability: Evidence from Indonesia 2015”, yang menyelidiki nasabah lembaga keuangan mikro di Indonesia dalam mengkonseptualisasikan kapabilitas keuangan. Ia memilih metode kualitatif yang berfokus pada diskusi kelompok dan wawancara di 4 provinsi Indonesia, yakni Jakarta, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.

“Saya mengangkat topik ini karena sering menerima pertanyaan dari rekan terdekat tentang investasi selain deposito bank. Saat itu, varian investasi belum sebanyak sekarang. Akhirnya, saya mencoba membahas kapabilitas keuangan dari berbagai latar belakang sosial ekonomi, terutama bagi yang kurang beruntung,” ungkap Arief.

Istilah kapabilitas keuangan muncul pada akhir abad ke-20. Mengingat istilah ini terbilang baru, maka kebanyakan studi akademis membahas konseptualisasinya. Pada dasarnya, istilah tersebut sesuai dengan kerangka capability approach (pendekatan kapabilitas) milik Amartya Sen, seorang profesor ekonomi, peraih Nobel 1998, atas kontribusinya terhadap perkembangan ilmu ekonomi.

Arief meneliti topik ini karena belum ada penelitian mengenai kapabilitas keuangan di Indonesia, yang menggunakan teknik partisipatif dalam kerangka pendekatan kapabilitas. Teknik partisipatif adalah pendekatan kapabilitas yang menekankan pentingnya penalaran publik sebagai subjek penelitian, memperhitungkan pandangan dan persepsi peserta penelitian, untuk menyalurkan perhatian pada sesuatu yang penting bagi mereka.

Objek penelitiannya berfokus pada pandangan seseorang dalam mengkonseptualisasikan kapabilitas keuangan di tengah kondisi unik mereka. Ia menjelaskan, “Saya melihat studi literasi dan kapabilitas keuangan sebelumnya mayoritas hanya meneliti di negara maju. Di sisi lain, penggunaan jasa dan lembaga keuangan formal oleh masyarakat Indonesia masih terbatas. Bahkan, sebagian mengindikasi rendahnya kapabilitas keuangan secara umum. Oleh karenanya, saya merasa perlu berkontribusi untuk literatur keuangan mikro.”

     

Berdasarkan tinjauan pustaka, ia menemukan konseptualisasi kapabilitas keuangan sebelumnya. Menurut Taylor et al. (2011), kapabilitas keuangan mencerminkan kemampuan seseorang untuk mengendalikan keuangan, membuat keputusan keuangan, memahami pengelolaan kredit dan utang, serta mengidentifikasi produk dan layanan yang tepat. Konsepnya hampir menyerupai konsep literasi keuangan.

Namun, Pusat Penelitian Keuangan Pribadi (2005) mengatakan bahwa kapabilitas keuangan lebih terkait dengan perilaku masyarakat. Johnson dan Sherraden (2006) menganggap literasi keuangan adalah bagian dari kapabilitas keuangan. Bank Dunia (2013) pun menetapkan keduanya memiliki hubungan yang kompleks. Lebih lanjut, Personal Finance Research Center (2005) menggunakan pendekatan partisipatif dalam mengkonseptualisasikan kapabilitas keuangan. Mereka menganggap kapabilitas keuangan meliputi aspek mengelola uang, merencanakan, membuat pilihan, dan mendapatkan bantuan.

Kempson dkk. (2013) mengidentifikasi 10 domain kemampuan finansial, yakni menyusun anggaran, menjalani hidup hemat, memantau pengeluaran, menggunakan informasi, mengeluarkan uang tidak berlebihan, menutupi pengeluaran tak terduga, menabung, menyikapi masa depan, menghindari sikap impulsif, dan berorientasi pada pencapaian. Sementara Peluang Keuangan Mikro (2015) menyoroti 3 dimensi kemampuan keuangan, di antaranya pengelolaan uang, karakteristik pribadi, dan hubungan seputar uang.

“Saya menggunakan kerangka pendekatan kapabilitas milik Sen untuk melihat perkembangan seseorang dari aspek komoditas, kapabilitas, dan kondisi masing-masing. Utamanya, kerangka ini menilai kondisi seseorang berdasarkan kemampuannya melakukan hal-hal yang mereka anggap berharga,” tandasnya.

Penelitian mengacu pada Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM), ukuran pertumbuhan dengan indikator tingkat kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Metodologi penelitian kualitatif ini membahas kapabilitas keuangan dalam hal pengertian, perbedaan karakter akibat kondisi keuangan tertentu, elemen penting (pengelolaan, perencanaan, literasi, dan konsultasi keuangan), dan penemuan elemen penting lainnya.

Arief pun membagikan beberapa temuannya. Responden penelitian berpendapat bahwa kapabilitas keuangan tercermin dari perilaku keuangan, kebiasaan dalam mengelola keuangan harian; perencanaan keuangan, tindakan menyusun rencana untuk memenuhi tujuan keuangan jangka pendek dan panjang; serta literasi keuangan, kemampuan memahami dan menerapkan berbagai keterampilan keuangan.

Pada perilaku keuangan, karakteristik responden tidak signifikan memengaruhi tindakan. Kapabilitas keuangan lebih penting bagi pengusaha mikro karena adanya berbagai ketidakpastian. Dimensi pengelolaannya terdiri dari jumlah uang, alokasi, dan waktu. Area penting yang memerlukan perencanaan keuangan adalah pendidikan anak, perumahan, haji, dan hari tua. Seseorang dapat menyusun perencanaan keuangan melalui tabungan atau  asosiasi simpan pinjam bergilir (rotating savings and credit association/RoSCA).

Ternyata, tingkat literasi keuangan secara umum di Indonesia masih rendah dan tidak menunjukkan dampak signifikan terhadap perilaku keuangan, karenanya masyarakat perlu memperkaya berbagai pemahaman tentang keuangan.

 “Saya menemukan kesamaan dengan penelitian Bank Dunia (2013), yang menyoroti pentingnya pengelolaan keuangan dan perencanaan keuangan untuk tujuan strategis. Penelitian ini hanya fokus pada kelompok tertentu dari populasi sehingga berimplikasi pada keterbatasan generalisasi. Meski wawancara mengungkapkan skeptisisme pada nilai instrumental literasi keuangan, masih perlu penyelidikan lebih lanjut dalam lingkup literasi keuangan, peran keuangan informal dalam upaya inklusi keuangan, pengukuran kapabilitas keuangan, dan pluralitas motif dalam menangani masalah keuangan,” demikian Arief menutup paparannya. (hjtp)