Muhammad Hanri: Merangkul Disabilitas dalam Agenda Ketenagakerjaan Negara-Negara G20

0

Merangkul Disabilitas dalam Agenda Ketenagakerjaan Negara-Negara G20

Oleh: Muhammad Hanri, Ph.D., Kepala Tim Kajian Perlindungan Sosial dan Ketenagakerjaan di LPEM FEB UI

 

KONTAN – (28/9/2021) Pertemuan perwakilan bangsa-bangsa dalam forum multilateral merupakan fenomena yang lumrah ditemui setiap tahun. Pertemuan tersebut dapat dikemas dalam bentuk diskusi kebijakan seperti konferensi tingkat tinggi (KTT) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) hingga kompetisi olahraga seperti penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020 yang baru berlalu. Pada 2022 nanti, penyelenggaraan forum pertemuan mungkin akan semakin marak seiring dengan semakin terkendalinya pandemi COVID-19, Indonesia sendiri akan menerima tongkat estafet Presidensi G20 dari Italia.

Peralihan tersebut akan dilaksanakan bertepatan dengan pelaksanaan KTT G20 2021 di Roma Italia, pada 30-31 Oktober mendatang. Momentum ini menjadi krusial karena menjadi penanda Indonesia resmi menjadi tuan rumah serangkaian kegiatan pertemuan G20.

Kepresidenan G20 Indonesia meliputi persiapan dari penyelenggaraan serangkaian pertemuan, yang terdiri dari KTT, pertemuan tingkat Menteri dan Gubernur Bank Sentral, pertemuan tingkat Sherpa, kegiatan sampingan (side events), dan lain-lain. Dari sekitar 150 pertemuan yang direncanakan akan terjadi selama 2022 dalam rangka G20 pemerintah berharap dapat menyerap sekitar 33.000 pekerja di berbagai sektor serta peningkatan konsumsi domestik hingga Rp1,7 triliun (119,2 juta USD), yang berkontribusi pada penambahan Rp7,47 triliun ke PDB Indonesia.

Harapan Pemerintah tersebut tentunya bukan tanpa alasan. Dalam jangka pendek penyelenggaraan forum internasional di Indonesia sebelumnya telah terbukti meningkatkan serapan tenaga kerja. Sebagai contoh, pertemuan International Monetary Fund dan World Bank (IMF, WB) di Bali pada tahun 2018 telah berkontribusi pada peningkatan serapan tenaga kerja di Bali sebesar sekitar 1,5% selama pertemuan tersebut digelar.

Sementara itu, studi LPEM FEB UI juga menemukan bahwa terdapat peningkatan kebutuhan tenaga kerja di sektor UMKM di kawasan perlombaan Asian Games 2018 yang berlangsung di Jakarta dan Palembang. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa dampak ekonomi dan ketenagakerjaan tersebut akan redup apabila kondisi COVID-19 kembali kurang kondusif.

Besar kemungkinan, penyelenggaraan rangkaian kegiatan G20 tersebut akan dilaksanakan dengan cara sangat terbatas seperti pada Olimpiade Tokyo 2020,  bahkan dilaksanakan secara virtual.

Mengukur Dampak Jangka Panjang

Tentunya, semua pihak berharap presidensi Indonesia dalam forum G20 ini tidak hanya membawa manfaat ekonomi di jangka pendek, tetapi juga jangka panjang. Forum G20 diharapkan senantiasa menjadi ajang mempromosikan agenda tuan rumah, termasuk dalam bidang ketenagakerjaan.

Dalam kesempatannya sebagai tuan rumah, pemerintah Indonesia mengusung agenda bertajuk “Improving the Employment Condition to Recover Together”. Melalui agenda tersebut, pemerintah Indonesia akan mengusulkan empat fokus utama dalam bidang ini: (i) penciptaan lapangan berkelanjutan dalam menghadapi perubahan dunia kerja, (ii) pasar tenaga kerja inklusif dan kuota kerja bagi penyandang disabilitas, (ill) pengembangan kapasitas manusia untuk pertumbuhan produktivitas berkelanjutan, serta (iv) perlindungan tenaga kerja adaptif terhadap perubahan dunia kerja.

Dengan menggunakan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2020, studi LPEM menemukan bahwa pekerja penyandang disabilitas memiliki tingkat pendidikan dan partisipasi pelatihan yang lebih rendah dibandingkan kelompok pekerja lainnya. Hal ini berdampak pada rerata pendapatan yang lebih rendah pula bagi kelompok ini.

Isu pendapatan di kalangan pekerja penyandang disabilitas diperparah oleh COVID-19. Di masa pandemi, kelompok tersebut mengalami penurunan pendapatan yang lebih tinggi. Salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya hal ini adalah partisipasi kerja pekerja penyandang disabilitas yang mayoritas berada di sektor informal.

Hanya sekitar 30% pekerja dengan disabilitas yang bekerja di sektor formal. Oleh karena itu, Presidensi G20 ini diharapkan bisa menjadi momentum yang baik dan menelurkan komitmen kerja sama bilateral dengan negara-negara anggota untuk bisa meningkatkan modal kesejahteraan bagi kelompok penyandang disabilitas, tentunya bersama dengan fokus-fokus di bidang ketenagakerjaan lainnya.

 

Sumber: Koran Kontan. Edisi: Selasa, 28 September 2021.