FEB UI Sambut Bulan Ramadan 1444 Hijriah dengan Silaturahim dan Tausiyah Bertajuk Puasa: Memanusiakan Manusia

FEB UI Sambut Bulan Ramadan 1444 Hijriah dengan Silaturahim dan Tausiyah Bertajuk Puasa: Memanusiakan Manusia

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – (21/3/2023) Bulan Ramadan sebagai bulan paling mulia yang sangat ditunggu-tunggu oleh kaum Muslim, mengingat hanya sekali dalam satu tahun kedatangannya. Rukun Islam ketiga ini wajib hukumnya dilakukan oleh seluruh umat Islam. Apalagi, pada bulan Ramadan segala ibadah yang dilakukan akan dilipatgandakan.

Banyak hal yang menjadikan Ramadan sebagai bulan paling mulia, di antaranya bulan pengampunan dosa, dibukanya pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka, dilipatgandakan pahala-pahala ibadah, terbuka kesempatan untuk meraih lailatul qadr, dan kemulian lainnya.

Menyambut datangnya bulan Ramadan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) mengadakan Silaturahim dan Tausiyah Menyambut Bulan Ramadan 1444 Hijriah bersama penceramah KH. Muhammad Yusron Shidqi, Lc., MA., sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam & Dosen Mata Kuliah Agama Islam UI, bertajuk “Puasa: Memanusiakan Manusia” yang berlangsung di Auditorium Soeria Atmadja, Gedung Dekanat FEB UI, Selasa (21/3).

Untuk memulai jalannya silaturahim dan tausiyah, Dekan FEB UI Teguh Dartanto, Ph.D., memberikan sambutan bahwa kegiatan pada hari ini sebagai upaya menjaga silaturahim sebelum menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. “Topik yang diangkat sangatlah sederhana, bermakna dalam berpuasa harus bisa memanusiakan manusia, karena semua manusia sama dihadapan Allah SWT namun yang membedakannya hanyalah iman & taqwa serta rasa kemanusiaan di dalam diri masing-masing,” ujar Teguh di akhir sambutannya.

Penceramah Muhammad Yusron Shidqi menyampaikan bahwa memanusiakan manusia berarti memanusiakan antar sesama manusia dengan berperilaku baik, menghargai dan menghormati harkat serta derajat manusia lainnya. Manusia memiliki lima unsur yang disebutkan dalam Al-qur’an, yaitu sisi jasmani, rohani, intelektual, sosial, dan spiritual (penghambaan kepada Allah SWT). Lima unsur tersebut bisa dijadikan sebagai objek pendidikan di bulan Ramadan.

Pada bulan Ramadan ini, puasa sebagai upaya memanusiakan manusia agar seseorang memiliki akhlak dan perilaku yang lebih baik lagi. Di dalamnya, seseorang dirawat dan dibentuk kembali untuk menjadi manusia sejati. Kemandirian spiritual pun akan ditemui dan antar-nilai saling menguatkan. Proses pembukaan hati nurani yang selama ini tunduk pada arahan nafsu maka bisa dipoles dan disterilkan oleh berpuasa.

Tak heran, jika banyak umat Islam selalu menantikan bulan Ramadan yang penuh dengan berkah. Bahkan dapat dikatakan bahwa bulan Ramadan selalu memberikan suasana yang hangat dan penuh kedamaian. Sayangnya, suasana khas ini harus berakhir ketika bulan ramadan telah usai berlalu selama 30 hari.

“Apabila Ramadan sudah pergi meninggalkan kita, namun belum ada perubahan dalam diri, maka bukan salah Ramadannya tetapi kerusakan akhlak dan perilaku kita yang begitu besar. Cara memperbaiki kerusakan tersebut dengan meningkatkan kualitas berpuasa dan memanusiakan manusia,” ungkap Yusron.

Pada dasarnya, menjalankan puasa harus niat dan dibawa enjoy agar mudah, ikhlas, bahagia dalam menikmatinya. “Sebagaimana kopi tanpa gula walaupun pahit namun ada cara menikmatinya. Menjalankan puasa dengan niat yang ikhlas merupakan perbuatan amal ma’ruf nahi munkar yang dapat meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita kepada Allah SWT,” demikian Yusron menutup ceramahnya.