Budi Frensidy: Mari Memahami Berbagai Return Investasi

Mari Memahami Berbagai Return Investasi

Oleh: Prof. Dr. Budi Frensidy – Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal FEB UI

 

KONTAN – (20/11/2023) Tujuan utama semua investasi adalah mendapatkan return. Investor umumnya menginginkan return positif dan setinggi mungkin. Return investasi yang negatif mengakibatkan kekayaan investor berkurang.

Return investasi positif, tapi lebih kecil daripada inflasi periodik akan mengakibatkan total kekayaan investor bertambah secara nominal tetapi berkurang secara riil.

Ilustrasinya, seorang investor yang hanya mendapatkan return 5% dalam satu tahun saat tingkat inflasi tahunan mencapai 7% mengalami penurunan kekayaan riil sebesar 2% (7% – 5%).

Return riil adalah return nominal dikurangi tingkat inflasi. Agar daya beli tidak berkurang, return nominal sebuah investasi harus melebihi tingkat inflasi. Menghitung return nominal periode satu tahun relatif mudah. Cukup mengurangi investasi akhir dengan investasi awal dan hasilnya dibagi dengan investasi awal.

Penghitungan return menjadi tidak sederhana lagi untuk investasi lebih dari satu periode. Dan menjadi lebih rumit lagi jika ada penambahan atau pengambilan uang selama periode itu.

Ada dua ukuran return berdasarkan waktu yaitu aritmetik dan geometrik. Misalkan seseorang berinvestasi saham pada awal tahun 2021 sebesar Rp100 juta. Pada akhir tahun 2021, investasinya menjadi Rp200 juta dan tetap sebesar Rp200 juta pada akhir tahun 2022. Berapa return rata-rata tahunan?

Pertama, kita menghitung return selama tahun 2021 (r1) yaitu 100% (Rp100 juta menjadi Rp200 juta) dan tahun 2022 (r2) yaitu 0%. Secara aritmetik, return tahunan adalah 50% yaitu (100% + 0%) dibagi 2.

Masalahnya, jika return 50% setahun, uang Rp100 juta mestinya menjadi Rp150 juta dalam satu tahun dan menjadi Rp225 juta setelah dua tahun dan bukan Rp200 juta.

Jika return aritmetik bukan ukuran yang tepat untuk multi periode, mestinya ada ukuran lain. Kita menggunakan return geometrik yang merupakan akar n (n = jumlah periode = 2 dalam contoh ini) dari nilai akhir dibagi nilai awal dikurangi 1.

Dalam contoh di atas, return geometrik adalah √ (Rp200 juta/Rp100 juta) – 1 = 41,42%. Return geometrik akan sama dengan return aritmetik jika dan hanya jika besar return untuk setiap periode, yaitu tahun 2021 dan 2022 dalam contoh kita, adalah sama. Katakan menjadi Rp400 juta di akhir tahun 2022 sehingga return aritmetik dan geometrik sama-sama 100%.

Contoh lain, dari Rp100 juta menjadi Rp120 juta dan kemudian Rp144 juta yaitu 20%. Dalam semua keadaan lainnya, return geometrik akan lebih rendah daripada return aritmetik sehingga disebut ukuran return yang konservatif.

Variasi lain dari penghitungan return adalah jika di akhir tahun 2021, karena puas dengan return 100% pada tahun 2021, investor menambah Rp800 juta. Sehingga total investasi di awal tahun 2022 menjadi Rp1 miliar. Berapa return rata-rata tahunan jika nilai investasinya menjadi Rp1,06 miliar pada akhir tahun 2022?

Return tahun 2022 ternyata hanya sebesar 6%. Karenanya, return aritmetik adalah 53% dan return geometrik adalah 45,6%.

Kedua return berdasarkan waktu di atas memberikan bobot yang sama setiap tahun. Padahal jumlah uang yang ditanamkan dalam dua tahun itu berbeda yaitu, Rp100 juta di tahun 2021 dan Rp1 miliar di tahun 2022. Dalam return berdasarkan waktu, r1 dan r2 dianggap berbobot sama dan kita ingin mencari rata-ratanya.

Dalam return berdasarkan uang, besarnya uang dalam setiap periode diperhitungkan. Cara menghitung return berdasarkan uang adalah sama seperti menghitung internal rate of return (IRR) yaitu tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang kas keluar dan nilai sekarang kas masuk yaitu PV (pengeluaran) = PV (penerimaan).

Dengan menggunakan kalkulator finansial atau MS-Excel, dengan memasukkan arus kas -100 juta di tahun 0, -800 juta di tahun 1, dan 1.06 miliar di tahun kedua, kita akan mendapatkan return rata-rata berdasarkan uang adalah 15,75%.

Sekarang kita mempunyai tiga return yang berbeda yaitu 53%, 45,6%, dan 15,75%, manakah yang paling tepat? Tergantung tujuannya.

Return aritmetik karena kurang akurat untuk mengukur kinerja beberapa periode, sebaiknya digunakan untuk proyeksi ke depan. Untuk tujuan mengukur kinerja portofolio investasi, pilihannya tinggal return geometrik dan return berdasarkan uang. Literatur keuangan dan investasi mengatakan kedua ukuran ini dapat digunakan untuk kondisi berbeda.

Jika investasi di atas dilakukan oleh seorang investor ritel yang mempunyai wewenang menentukan kapan menambah atau mengurangi besar investasinya, return yang digunakan mestinya adalah return berdasarkan uang yaitu 15,75%.

Kenapa di tahun 2021 dia hanya menanamkan Rp100 juta tetapi Rp1 miliar di tahun 2022 adalah keputusannya.

Berbeda dengan investor ritel, untuk investasi oleh manajer investasi sebuah reksadana atau manajer keuangan sebuah perusahaan, return yang harus digunakan untuk mengukur kinerjanya adalah return geometrik.

Mengingat, keputusan mengenai jumlah investasi yang ditanamkan adalah bukan dalam kendalinya tetapi di tangan para nasabahnya melalui aksi subscription dan redemption atau tergantung anggaran perusahaan untuk kasus manajer keuangan.

Bukan manajer investasi atau manajer keuangan yang menentukan besaran Rp100 juta di tahun 2021 dan Rp1 miliar di tahun 2022 sehingga tidak fair membobotkan jumlah uang ini untuk mengukur kinerja return-nya.

Berbagai ukuran return di atas sejatinya masih mempunyai kelemahan yang sama, yaitu belum memperhitungkan risiko. Jika hal tersebut menjadi pertimbangan, kita mempunyai sedikitnya enam risk-adjusted return.

Ternyata ada banyak istilah return dan tidak semuanya mudah menghitungnya.

 

Sumber: Koran Kontan. Edisi: Senin, 20 November 2023. Rubrik Portofolio – Wake Up Call. Halaman 4.