Budi Frensidy: Saatnya Menghitung Risiko dari Sebuah Investasi

Saatnya Menghitung Risiko dari Sebuah Investasi

Oleh: Prof. Dr. Budi Frensidy – Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal FEB UI

 

KONTAN – (18/12/2023) Dalam berinvestasi, tidak memberikan perhatian khusus pada risiko adalah tidak bijak. Banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan hubungan yang sangat erat antara risiko dan return dalam sebuah investasi.

Anda mungkin pernah mendengar beberapa adagium risk-return tradeoff. Sebut saja no risk, no gain; atau nothing ventured, nothing gained; atau no guts, no glory.

Return aritmetik, return geometrik, dan return tertimbang berdasarkan uang mengandung kelemahan sama. Semuanya belum memperhitungkan risiko padahal risiko dan return adalah dua aspek terpenting investasi yang tak dapat dipisahkan seperti dua sisi koin. Jika risiko dipertimbangkan, kita akan memperoleh risk-adjusted return.

Risiko adalah kemungkinan terjadinya kerugian atau return negatif dari suatu investasi. Dalam statistika, ukuran risiko adalah standar deviasi, dinotasikan dengan sigma, yang dihitung dari gejolak turun-naiknya atau volatilitas harga. Kian besar goyangan harga, makin besar volatilitas, semakin besar debaran jantung investor sehingga semakin besar risiko.

Dalam teori investasi, sigma itu menggambarkan total risiko. Total risiko ini terdiri atas dua komponen utama yaitu risiko sistematis dan risiko non-sistematis.

Risiko non-sistematis adalah risiko yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi yaitu proses berinvestasi dalam banyak aset finansial sehingga kerugian dalam satu aset diharapkan dapat ditutupi dengan keuntungan aset lainnya.

Risiko non-sistematis sering juga disebut risiko unik, risiko spesifik, atau risiko yang bisa didiversifikasikan. Sedangkan risiko sistematis adalah risiko pasar atau risiko yang tetap ada setelah diversifikasi.

Untuk sebuah saham, besar kecilnya beta ini tergantung pada sensitivitas emiten itu terhadap pergerakan pasar atau indeks acuan. Apakah industrinya defensif atau siklikal, bagaimana komponen biaya tetap terhadap total biaya (operating leverage), dan rasio utang emiten akan menentukan besar-kecilnya beta sebuah saham.

Emiten dalam industri yang siklikal, mempunyai komponen biaya tetap yang besar dan rasio utang yang tinggi akan memiliki beta yang lebih besar daripada sebaliknya.

Untuk portofolio, beta adalah rata-rata tertimbang dari beta saham yang ada di dalamnya. Risiko sistematis ini sering dinotasikan dengan β (beta).

Dengan memahami statistik dan menggunakan Excel, kita dapat menghitung sigma dan β. Untuk sigma, kita akan menggunakan fungsi STDEV dalam Excel. Sementara untuk mencari β kita perlu melakukan regresi linier dan β adalah gradien dari garis regresi yang didapat.

Portofolio yang pergerakannya persis mengikuti pasar atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan mempunyai β = 1. Sedangkan portofolio yang naik (turunnya) dua kali lipat naik (turunnya) indeks mempunyai β sekitar 2. Artinya berisiko dua kali lebih besar daripada pasar.

Karena ada dua ukuran risiko yaitu total risiko dan risiko sistematis, kita mengenal dua ukuran utama risk-adjusted return. William Sharpe (1966) memperkenalkan rasio Sharpe yaitu excess return per unit total risiko atau (return portofolio – bunga bebas risiko) / sigma untuk mengukur kinerja portofolio.

Sebelum itu, Jack Treynor (1965) sudah menggunakan rasio Treynor yaitu excess return per unit risiko sistematis atau (return portofolio – bunga bebas risiko) / beta untuk tujuan yang sama.

Sebagai ilustrasi, sebuah portofolio dengan risiko sistematis (β) = 1,5 dan total risiko (sigma) 20% memberikan return sebesar 18%. Jika bunga bebas risiko 6% maka kita dapat menghitung rasio Sharpe dan Treynor dari portofolio itu.

Rasio Sharpe adalah (18% – 6%) / 20% = 0,6 dan rasio Treynor (18% – 6%) / 1,5 = 8%. Ini berarti premi risiko (excess return) per unit sigma dari portofolio itu untuk kompensasi rasa deg-degan para investor adalah 0,6 kalinya dan per unit β sebesar 8%. Kian besar rasio Sharpe dan Treynor sudah tentu semakin baik.

Jika bunga bebas risiko dalam persamaan Sharpe diganti dengan target return dari investor, kita mendapatkan risk-adjusted return dari A.D. Roy (1952) yaitu rasio safety first yang didapat dari (return portofolio – target return) / sigma. Rasio safety first yang positif berarti target return terpenuhi. Jika target return dalam contoh di atas adalah 15% maka rasio safety first adalah 0,15 yaitu (18% – 15%) / 20%.

Rasio lain yang juga sering digunakan untuk identifikasi kinerja manajer portofolio yang superior adalah alpha dari Jensen (1968) yaitu return aktual dikurangi required return sesuai betanya dengan menggunakan kaidah capital asset pricing model (CAPM). Melanjutkan contoh kita, jika return pasar ternyata 12%, maka alpha dari portofolio itu adalah 18% dikurangi required return sebesar (6% + 1,5 (12%-6%)) atau 18% – 15% = 3%.

Jika alpha Jensen di atas dibagi dengan total risiko residual yang ada maka kita akan mendapatkan rasio informasi (1973) yaitu alpha per unit risiko residual. Jika risiko residual dalam contoh di atas adalah 5% maka rasio informasi adalah 0,6 yaitu 3% / 5%.

Terakhir, Modigliani dan putrinya di tahun 1997 mengembangkan rasio baru yaitu  M2 (M squared), singkatan dari Modigliani-Modigliani, yaitu selisih dari return aktual dan return portofolio setelah menyesuaikan risiko portofolio itu dengan risiko pasar. M2 dapat juga dihitung dengan rasio Sharpe portofolio kali total risiko pasar atau benchmark. Jika dalam contoh kita di atas, total risiko di pasar adalah 15% maka rasio M2 adalah yaitu 0,6 kali 15% = 9%.

Nah, apakah Anda sudah pernah menghitung risk-adjusted return portofolio Anda? Rasio mana yang biasanya Anda gunakan?

 

Sumber: Koran Kontan. Edisi: Senin, 18 Desember 2023. Rubrik Portofolio – Wake Up Call. Halaman 4.