PT SMI Berkolaborasi dengan FEB UI Adakan SKRIPSI, “Disparitas Pembangunan di Daerah & Peran PT SMI dalam Pembangunan Nasional”

PT SMI Berkolaborasi dengan FEB UI Adakan SKRIPSI, “Disparitas Pembangunan di Daerah & Peran PT SMI dalam Pembangunan Nasional”

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – (13/3/2023) PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI berdiri sejak 2009 sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur. PT SMI memiliki tanggung jawab membantu membangun masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia. Selain itu, memberikan inisiatif dan mitra pemerintah dalam membantu mempercepat pertumbuhan melalui solusi berkelanjutan yang inovatif untuk kebutuhan pembangunan Indonesia.

Memasuki usia ke-14 pada tahun ini, PT SMI melakukan kolaborasi dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menyelenggarakan SKRIPSI (Sosialisasi, Kompetisi, dan Riset Pembangunan Indonesia), bertajuk “Disparitas Pembangunan di Daerah & Peran PT SMI dalam Pembangunan Nasional” yang berlangsung di Auditorium Soeria Atmadja, Gedung Dekanat, Senin (13/3).

PT SMI menerima mandat sebagai katalis pembangunan infrastruktur di Indonesia dalam membantu pemerataan akses terhadap sumber daya finansial kepada pemerintah daerah. “Kita akan mengetahui upaya PT SMI mempercepat pembangunan infrastruktur di daerah secara terakselerasi, yang kelak akan berdampak positif terhadap perekonomian dan masyarakat daerah itu sendiri,” ucap Dekan FEB UI Teguh Dartanto, Ph.D., di dalam sambutannya.

Di satu sisi, Direktur PT SMI Darwin Trisna Djajawinata menjelaskan tujuan diadakannya SKRIPSI ialah untuk memperoleh masukan/saran dari dunia akademisi (FEB UI) terkait produk-produk pembiayaan infrastruktur yang lebih tepat. Selain itu, PT SMI sangat terbuka bagi para mahasiswa FEB UI yang ingin internship. Sementara itu, PT SMI dalam waktu dekat akan membangun SMI Institute untuk menghasilkan riset yang mengarah ke pembangunan Indonesia di masa depan.

SKRIPSI dilanjutkan dengan diskusi bersama dua pembicara, yaitu Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI Khoirunurrofik, Ph.D., dan Chief Economist PT SMI I Kadek Dian Sutrisna, Ph.D., dengan moderator Ketua Program Studi S-1 Ilmu Ekonomi FEB UI Prani Sastiono, Ph.D.

Khoirunurrofik sebagai pembicara pertama, memaparkan bahwa pertumbuhan ekonomi inklusif menurut Asian Development Bank (ADB) adalah pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan yang mampu memperluas kesempatan ekonomi serta memastikan akses lebih luas kepada semua lapisan masyarakat.

Paradigma pembangunan ekonomi saat ini tidak hanya difokuskan pada pertumbuhan ekonomi (kuantitas), tetapi harus memperhatikan pembangunan yang inklusif (kualitas). Pendekatan pembangunan yang terlalu berorientasi kepada pertumbuhan dapat menghasilkan eksklusif sosial dan tiga krisis besar, berupa ketimpangan sosial, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan sehingga perlu paradigma pembangunan baru bersifat lebih inklusif.

Menurut Rofik, pembangunan ekonomi yang inklusif terhadap infrastruktur mampu meningkatkan akses informasi untuk menambah kapasitas pendapatan, mengurangi kemiskinan dengan meningkatnya nilai aset, memperluas konektivitas dan mengurangi ketimpangan antar daerah, meningkatkan akses terhadap pendidikan dan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan partisipasi perempuan dalam lapangan kerja.

Pembangunan infrastruktur harus merata ke seluruh Indonesia termasuk di daerah/pelosok. “Sumber pembiayaan di daerah berasal dari pajak dan retribusi, bagi hasil dan transfer, pinjaman dari pemerintah pusat/luar negeri lewat pemerintah pusat, obligasi daerah, lembaga keuangan bank/non-bank,” tambah Rofik.

Kebijakan pajak daerah dapat menjadi instrumen dalam mendorong peningkatan konsumsi dan menarik investasi yang akan memberikan peningkatan output ekonomi sehingga dapat menjadi basis pajak. Peningkatan pendapatan pajak daerah akan menciptakan ruang fiskal bagi pemerintah daerah (pemda) untuk melakukan belanja pemerintah yang berorientasi kepada pelayanan publik, peningkatan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.

“Pemda harus mengubah dirinya menjadi tidak hanya unit administrasi pemerintahan tetapi juga unit perekonomian daerah yang berinovasi dan merespon perubahan dengan digitalisasi. Pimpinan daerah haruslah yang mempunyai visi dan berjiwa wirausaha serta mampu menciptakan sistem berkesinambungan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bukan lagi menjadi tujuan akhir pembangunan ekonomi daerah tetapi dapat meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” tutup Rofik.

I Kadek Dian Sutrisna, pembicara kedua, mengatakan untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan, PT SMI telah menetapkan 6 fungsi penting, yakni (1) PT SMI menciptakan produk pembiayaan yang inovatif; (2) melaksanakan program percepatan infrastruktur daerah; (3) mengoptimalkan kerjasama strategis; (4) menjadi pendorong percepatan (fasilitator) infrastruktur; (5) mengoptimalkan penggalangan dana; (6) mengukur manajemen risiko. Misi PT SMI mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) juga sejalan dengan upaya dan respon Perseroan terhadap perubahan iklim (adaptasi & mitigasi) serta optimalisasi manfaat sosial & ekonomi.

Kebutuhan pembiayaan infrastruktur di Indonesia selama tahun 2020 hingga 2024 diperkirakan mencapai Rp6.445 triliun. Sektor yang dapat dibiayai PT SMI, di antaranya transportasi, jalan, irigasi, telekomunikasi, efisiensi energi, kelistrikan, minyak & gas bumi, selokan, air bersih, perkeretaapian, pendidikan, kesehatan, lembaga pemasyarakatan, fasilitas perkotaan, pariwisata, zona infrastruktur, perumahan rakyat, informatika, sumber mata air, sistem pengolahan limbah, fasilitas olahraga dan kesenian, serta energi terbarukan & konservasi energi.

“Seiring berjalannya waktu, PT SMI melakukan transformasi dengan membentuk SMI Institute. Hal ini, didasari bahwa PT SMI sebagai salah satu Special Mission Vehicle (SMV) berupaya untuk mengoptimalisasi fungsinya sebagai alat fiskal yaitu menjadi lembaga yang memberikan solusi pada pembangunan daerah melalui research, capacity building, training, dan sharing knowledge,” demikian Kadek menutup sesinya.