Kiki Verico: Musim dingin yang membekukan ekonomi global, bagaimana respons Indonesia?
Oleh: Kiki Verico, Ph.D., Wakil Direktur – Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat
DEPOK – (Senin, 12 Oktober 2020) Akibat berlanjutnya wabah COVID-19 di sejumlah negara, pemulihan ekonomi global diperkirakan akan berlangsung lebih lama, semakin mendekati perkiraan semula dan memasuki zona pertumbuhan ekonomi di bawah nol. Beberapa negara telah pulih dari pandemi, sementara yang lain berjuang untuk mengatasinya.
Semakin berhasil penanggulangan pandemi, maka semakin besar ruang bagi perekonomian nasional untuk pulih. Ketika ada lebih banyak negara yang memiliki kasus infeksi dibandingkan dengan yang bebas infeksi, situasi perekonomian global pun terlihat suram. Musim dingin ekonomi yang membekukan, telah menanti perekonomian dunia.
Di musim dingin yang membekukan, kebanyakan orang memilih untuk tinggal di rumah. Demikian pula, kebanyakan orang di seluruh dunia tinggal di rumah. Namun demikian, orang perlu menghangatkan rumah mereka untuk tetap hidup. Dalam perekonomian, pemanas adalah pengeluaran pemerintah. Hingga Agustus, belanja pemerintah tahunan Indonesia meningkat 13,97 persen sebagai respons terhadap pandemi, sementara transfer ke provinsi dan dana desa meningkat 5,04 persen. Lonjakan ini meningkatkan sisi permintaan dan penawaran ekonomi selama masa yang penuh tantangan ini.
Perekonomian dunia sedang berada dalam masa hibernasi, dan dalam jangka pendek hingga menengah, tingkat produktivitas tidak akan banyak terpengaruh, tetapi dalam jangka menengah-panjang, akan terasa dampaknya. Selama musim dingin yang membekukan, orang di rumah masih perlu mengonsumsi kebutuhan dasar dan menghangatkan diri. Begitu pula dalam kontraksi ekonomi ini, rumah tangga harus tetap mengkonsumsi kebutuhan pokok dan meningkatkan keterampilan. Artinya, akan ada dorongan untuk perbaikan ekonomi yang lebih cepat dan mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya setelah pandemi berhasil diatasi.
Masih ada peluang ekonomi yang potensial selama krisis berlangsung. Salah satunya adalah transformasi ekonomi dari pertanian ke sektor manufaktur melalui agroindustri. Yang kedua adalah meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, dan yang ketiga adalah peningkatan sumber daya manusia.
Dalam The Jakarta Post pada 6 Agustus, saya menyebutkan potensi transformasi ekonomi dalam rantai nilai antara pasokan yang terkait komoditas pangan dan manufaktur produk makanan dan minuman, serta kemungkinan lonjakan ekonomi melalui peningkatan partisipasi perempuan dalam ekonomi. Data menunjukkan bahwa sektor-sektor ini termasuk di antara lima belas nilai ekspor teratas Indonesia dimana mayoritas pekerjanya adalah perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan berada di balik daya saing Indonesia di tingkat global.
Potensi ekonomi berikutnya adalah transformasi ekonomi dan pentingnya sumber daya manusia untuk mendukungnya. Data pertumbuhan ekonomi tahunan menunjukkan bahwa selama pertumbuhan ekonomi negatif pada kuartal kedua, sektor yang menunjukkan pertumbuhan positif adalah sumber daya manusia di bidang pendidikan dan kesehatan.
Namun demikian, kedua sektor tersebut tetap padat karya karena kontribusinya terhadap nilai tambah lebih kecil dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan masih adanya ruang untuk meningkatkan kualitas manusia di bidang pendidikan dan kesehatan, yang secara langsung meningkatkan indeks pembangunan manusia.
Dengan akumulasi pengetahuan, pemahaman, dan kapabilitas teknologi canggih, sumber daya manusia sangat penting untuk penignkatan produktivitas, sementara produktivitas adalah kunci untuk lompatan ekonomi dan transformasi. Oleh karena itu, selama pandemi ini, kegiatan pendidikan baik reguler maupun non-tipikal harus tetap berlangsung seperti biasa.
Peran TIK (teknologi informasi dan komunikasi) dapat membantu sektor jasa seperti pendidikan agar tetap berjalan. Akumulasi pengetahuan dan pemahaman sangat penting untuk mendukung pemulihan ekonomi dalam jangka pendek dan transformasi ekonomi dalam jangka menengah hingga panjang.
Dalam situasi normal, pepatah ekonomi klasik mengatakan bahwa pasokan dapat menciptakan permintaan. Tetapi, dalam krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya, seperti pandemi global yang tengah terjadi, mantra Keynesian yang muncul di tengah resesi ekonomi global tahun 1930-an, lebih pas untuk diaplikasikan. Keynes menyatakan bahwa permintaan menciptakan pasokan.
Dari sisi makroekonomi, permintaan agregat perlu ditingkatkan sebelum pasokan agregat meningkat. Dalam pandemi global ini, permintaan agregat terhambat hingga pandemi dapat diatasi. Strategi kesehatan masyarakat adalah kondisi yang diperlukan sebelum ekonomi tumbuh kembali.
Masalah inti dari mendorong pertumbuhan ekonomi adalah kualitas pertumbuhan ekonomi. Bukan tentang seberapa besar pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan setelah pandemi, tetapi sejauh mana pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan kerja. Semakin banyak pekerjaan yang dapat diciptakan, semakin menarik negara tersebut bagi investor.
Permintaan agregat akan meningkat karena adanya stimulus pemerintah Keynesian dan mekanisme pasar Schumpeterian, yang juga dikenal sebagai gangguan ekonomi digital yang tidak membutuhkan interaksi fisik.
Ekonomi digital cocok untuk semua sektor, khususnya sektor jasa yang tidak membutuhkan mobilitas masyarakat. Hal ini menjelaskan mengapa pertumbuhan tahunan sektor TIK baru-baru ini lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi. Pada triwulan I-2020, sektor pertumbuhan meningkat dari 9,06 persen menjadi 9,81 persen dan 9,6 persen menjadi 10,88 persen pada triwulan kedua. Peran TIK menjadikan dampak pandemi global yang terjadi saat ini, berbeda dibandingkan dengan 100 tahun lalu.
Beberapa sektor justru terus bertumbuh selama pandemi. Selain TIK, sektor pendidikan, kesehatan dan air bersih juga tumbuh positif. Hal ini juga disebabkan oleh adanya tuntutan kebersihan dan sanitasi yang lebih baik di era new normal. Sektor unggulan lainnya adalah jasa keuangan, akibat transaksi non tunai dan produk pangan dari sektor pertanian yang memenuhi kebutuhan dasar manusia. Dari segi waktu, ada tiga strategi berbeda dalam menanggapi perlambatanĀ Ā Ā Ā Ā perekonomian global.
Pertama, pengeluaran pemerintah dapat menghasilkan economic multiplier ganda yang berasal dari sektor-sektor yang tumbuh positif dalam jangka pendek. Kedua, dalam jangka menengah, pandemi yang terkendali dapat memungkinkan sektor-sektor yang sangat terpengaruh, yaitu transportasi, perdagangan, konstruksi, hotel dan restoran untuk dibuka kembali dengan protokol new normal.
Ketiga, dalam jangka panjang, perekonomian akan bertransformasi melalui agroindustri, pertambangan, dan peningkatan sumber daya manusia. Yang terakhir ini akan menghasilkan inovasi baru dan jaringan rantai nilai yang berakar pada keunggulan komparatif asli Indonesia. (hjtp)
ā¦.
Artikel ini dimuat di thejakartapost.com dengan judul āA frozen winter for the global economy and Indonesiaās responseā. Klik untuk membaca: https://www.thejakartapost.com/ paper/2020/10/11/a-frozen-winter-for-the-global-economy-and-indonesias-response.html
(am)