Kiki Verico: Insight: Menyeimbangkan kembali perekonomian Indonesia di tengah pandemi

0

Kiki Verico: Insight: Menyeimbangkan kembali perekonomian Indonesia di tengah pandemi

Delli Asterina – Humas FEB UI

Depok – (6/8/2020) The Jakarta Post menerbitkan artikel Kiki Verico, Ph.D tentang “Insight: Menyeimbangkan kembali perekonomian Indonesia di tengah pandemi”

Statistik perdagangan internasional yang dirilis Organisasi Perdagangan Dunia menunjukkan bahwa dominasi perdagangan dunia telah berevolusi, bergeser dari Amerika Serikat ke negara-negara Asia. Pada 1948, pangsa ekspor dunia untuk produk AS adalah 21,7 persen, sedangkan Cina dan Jepang masing-masing sebesar 0,9 persen dan 0,4 persen. Pada tahun 2015, setelah lebih dari 65 tahun, pangsa ekspor produk dunia yang dipegang oleh China dan Jepang masing-masing meningkat 14 dan 8 kali lipat, sedangkan pangsa pasar AS turun lebih dari 50 persen.

Perubahan polaritas ekonomi yang diikuti oleh krisis keuangan global tahun 2008 telah menekan globalisasi ekonomi dan mendorong terjadinya fenomena perang dagang. Terlebih lagi, pandemi yang sedang berlangsung telah menambah beban ekstra bagi globalisasi ekonomi. Saat ini, globalisasi berada dalam mode hibernasi karena setiap negara menunggu kondisi new normal sambil mencoba meningkatkan peran ekonomi di tingkat lokal.

Seiring dengan merebaknya COVID-19, beberapa negara Asia menunjukkan kecenderungan resesi ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan negatif dalam dua kuartal berturut-turut. Jepang menunjukkan kemungkinan tersebut pada pertengahan Mei, diikuti oleh Singapura pada pertengahan Juli dan Korea Selatan pada minggu ketiga Juli.

Kontraksi ekonomi di dua raksasa ekonomi Asia Timur tersebut dan hub perdagangan dan keuangan Asia Tenggara pasti berdampak pada perekonomian ASEAN. Ketiga negara tersebut merupakan sumber investasi asing (FDI) yang signifikan di Asia Tenggara. Cepat atau lambat, jaringan produksi dan perdagangan Indonesia akan terpengaruh.

Berdasarkan perhitungan saya dengan menggunakan model indeks komposit, perdagangan dan investasi jangka panjang Indonesia dipengaruhi oleh China, Jepang, Amerika Serikat, India, Singapura dan Korea Selatan. Tidak seperti China, para mitra ekonomi utama saat ini sedang berjuang untuk keluar dari resesi. Hal tersebut tentunya akan mempengaruhi pencapaian ekonomi Indonesia pada tahun 2020, khususnya pada sektor-sektor di mana investor memiliki peranan yang dominan, seperti elektronik, otomotif, alas kaki dan pakaian. Karena sektor-sektor ini berkontribusi besar pada ekspor Indonesia, perdagangan Indonesia akan terancam.

Data ekspor dan impor Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru yang dirilis pada Juli menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia bertumpu pada mitra dagang utamanya di Asia Timur dan ASEAN. Namun, kabar baiknya adalah bahwa impor dan ekspor Indonesia masih bergantung pada jaringan produksi yang padat dari mesin listrik, peralatan dan suku cadang, serta besi dan baja, yang menunjukkan adanya peningkatan keterkaitan Indonesia dengan jaringan produksi Asia.

Arsitektur ekonomi ASEAN sedikit mirip dengan bentuk donat tanpa kekuatan pusat, karena tidak ada negara anggotanya yang besar dalam ukuran ekonomi dan tinggi dalam hal tingkat pendapatan seperti di Eropa dan Amerika Utara. Di ASEAN, negara anggota ekonomi terbesar dari segi ukuran, Indonesia belum menjadi negara berpenghasilan tinggi, sedangkan negara anggota terkaya, Singapura, tidak besar dari segi ukuran.

Dengan bentuk yang komplementer ini, kontraksi ekonomi Asia Timur dan Singapura akan mempengaruhi jaringan ekonomi ASEAN dan mempengaruhi keseimbangan eksternal Indonesia. Bagaimana Indonesia mengatasi situasi seperti itu?

Dari segi klasifikasi produk, manufaktur Indonesia didominasi oleh makanan dan minuman. Namun, dengan menggunakan empat pendekatan analisis yaitu komparatif, keunggulan kompetitif, net ekspor      dan nilai tukar, impor Indonesia masih mengandalkan produk terkait makanan dan minuman. Artinya, di saat yang penuh tantangan ini, Indonesia harus menambah pasokan bahan baku makanan dan minuman di dalam negeri untuk mendukung produksi makanan dan minumannya.

Karena bahan baku industri berada di sektor pertanian dan terletak di pedesaan, jaringan ini akan meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta mengurangi kemiskinan. Sekitar 60 persen masyarakat miskin tinggal di pedesaan, dan karena pandemi, banyak yang kehilangan pekerjaan di perkotaan memutuskan untuk kembali ke desa mereka. Oleh karena itu, membantu perekonomian pedesaan berarti mengurangi kemiskinan dan memberikan kesempatan kerja baru.

Data menunjukkan bahwa ekonomi tumbuh 5,07 persen pada kuartal pertama 2019 yoy. Sektor pertanian dan manufaktur masing-masing tumbuh 1,82 persen dan 3,85 persen. Pertumbuhan melambat pada kuartal pertama tahun 2020 menjadi 2,97 persen, dengan pertanian dan manufaktur tumbuh masing-masing 0,02 persen dan 2,06 persen. Pemberdayaan sektor pertanian dan manufaktur sangat strategis karena kedua sektor tersebut memiliki kinerja yang lebih rendah dibandingkan total perekonomian nasional sebelum dan sejak pandemi. Upaya ini, jika berhasil, akan mempercepat pemulihan ekonomi negara secara signifikan.

Pertumbuhan di sektor pertanian dan manufaktur pada gilirannya akan mendorong sektor jasa. Sistem logistik dan hubungan antara bahan baku di pedesaan dan pabrik makanan dan minuman di perkotaan perlu ditingkatkan. Sistem logistik mencakup inklusi keuangan, penyimpanan modern, dan pasar offline dan online.

E-commerce akan membantu petani dan nelayan memperluas akses pasar mereka. Oleh karena itu, mendigitalkan desa dan menghubungkannya ke pasar online (daring) akan sangat menguntungkan.

Transformasi ekonomi ini harus dinavigasi dengan hati-hati di tengah pandemi. Fokus pada kesehatan masyarakat untuk menahan penyebaran virus tetap menjadi syarat utama. Ada sektor ekonomi yang bergantung pada pengendalian virus karena membutuhkan pergerakan masyarakat dan kehadiran fisik, seperti hotel, restoran, transportasi dan konstruksi. Data menunjukkan bahwa sektor-sektor ini mengalami perlambatan di tengah pandemi.

Kita tidak pernah menyangka bahwa pandemi akan mempengaruhi penawaran dan permintaan agregat serta melemahkan ekonomi. Menghadapi situasi yang menantang dan belum pernah terjadi sebelumnya, Indonesia harus menyeimbangkan kembali kepentingan ekonominya, yaitu antara domestik dan global, pedesaan dan perkotaan, dan antara pemulihan ekonomi dan perlindungan kesehatan masyarakat. (hjtp)

——-

Penasihat khusus bidang industri dan perdagangan internasional untuk menteri keuangan dan pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Pandangan yang diungkapkan adalah miliknya sendiri.

Sumber: https://www.thejakartapost.com/paper/ 2020/08/05 / inisght-rebalancing-indonesias-economy-middle-the-pandemic.html

(am)